SERAYUNEWS- Dunia maya belakangan ramai membahas mengenai Grup Facebook bernama Fantasi Sedarah. Grup ini memantik kehebohan publik usai percakapan para anggotanya tersebar luas di platform X dan Instagram.
Dalam unggahan yang viral, tampak sejumlah tangkapan layar berisi konten bertema inses atau hubungan sedarah, memicu kecaman dari banyak masyarakat.
Grup tersebut diketahui memiliki ribuan anggota. Desakan agar aparat penegak hukum segera membongkar dan menindak pelaku di balik grup itu terus mengalir dari berbagai pihak, termasuk tokoh masyarakat dan lembaga keagamaan.
Menanggapi fenomena ini, Kementerian Agama (Kemenag) RI juga menegaskan, ajaran Islam melarang keras segala bentuk hubungan seksual maupun pernikahan dengan mahram baik dalam realitas maupun dalam bentuk fantasi dan glorifikasi di ruang digital.
“Larangan ini bersifat prinsipil karena menyangkut perlindungan terhadap harkat keluarga dan kelestarian fitrah manusia,” ujar Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag, Arsad Hidayat, dalam pernyataan resminya di laman Kemenag.
Menurutnya, Islam secara tegas mengharamkan segala bentuk relasi seksual dengan mahram. Pelarangan tersebut bukan hanya berdimensi teologis, tetapi juga etis dan sosial.
“Menjadikan relasi mahram sebagai objek fantasi atau hiburan jelas menyimpang dari nilai-nilai syariat dan bertentangan dengan maqashid al-syari’ah, khususnya dalam menjaga keturunan (hifzh al-nasl),” tegas Arsad.
Arsad menjelaskan bahwa Islam menetapkan tiga kategori hubungan yang menjadikan seseorang haram dinikahi, yakni karena:
1. Nasab (darah): ibu, anak perempuan, saudari kandung, bibi, keponakan;
2. Semenda (hubungan pernikahan): mertua, anak tiri;
3. Radha’ah (persusuan): saudari sesusuan dan lainnya.
Hal ini tidak hanya tertuang dalam Al-Qur’an, tetapi juga diperkuat melalui Pasal 39 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Semua kategori tersebut merupakan batas-batas syariat untuk menjaga kehormatan dan struktur keluarga.
Kemenag menilai konten digital yang menormalkan atau meromantisasi hubungan mahram sangat berbahaya karena dapat mengubah cara pandang masyarakat, khususnya generasi muda, terhadap batas moral dan hukum.
“Fenomena seperti ini tidak boleh dianggap sepele. Tanpa edukasi yang tepat, batas antara halal dan haram bisa kabur,” ungkap Arsad.
Lebih lanjut, Arsad menjelaskan bahwa pelarangan hubungan mahram bukan hanya soal fikih, tetapi juga perlindungan terhadap potensi penyimpangan sosial dan psikologis.
Secara medis, hubungan sedarah berisiko tinggi menyebabkan kelainan genetik. Sementara dari sisi sosial, dapat menimbulkan trauma, konflik keluarga, dan stigma berkepanjangan.
Jika relasi mahram terjadi dalam kehidupan nyata, terlebih dengan unsur kekerasan atau melibatkan anak di bawah umur, pelaku dapat dijerat dengan sanksi pidana yang tegas.
Negara, kata Arsad, tidak mentolerir praktik menyimpang ini dalam bentuk apapun, termasuk jika dikemas dalam alasan budaya, cinta, atau kebebasan berekspresi.
“Apa pun bentuknya seksual, pernikahan, atau eksplorasi fantasi terhadap mahram semuanya bertentangan dengan prinsip moral, agama, dan hukum,” tandasnya.
Sebagai langkah pencegahan, Kemenag mendorong penguatan edukasi keagamaan dari lingkungan keluarga, sekolah, hingga media sosial.
Masyarakat perlu diberi pemahaman yang utuh mengenai siapa saja yang termasuk mahram, agar batas-batas kehormatan keluarga tetap terjaga.
“Islam tidak sekadar mengatur yang halal dan haram, tapi juga mengarahkan umatnya untuk menjaga martabat dan membangun peradaban yang sehat,” ujar Arsad.
Kemenag mengajak masyarakat untuk lebih bijak dan kritis dalam menyikapi konten digital yang merusak nilai moral dan norma agama.
Pemahaman yang benar tentang relasi mahram diyakini dapat menjadi fondasi bagi terbentuknya generasi masa depan yang kuat, sehat, dan beradab.