BANJARNEGARA, Serayunews.com-Praktik prostitusi online tidak hanya terjadi di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Kini praktik bisnis esek-esek ini sudah merambah kota kecil seperti Banjarnegara.
Tidak tanggung-tanggung, perempuan penjaja kenikmatan sesaat ini sudah banyak yang memanfaatkan media sosial untuk menawarkan jasanya seperti pada akun Facebook maupun aplikasi Michat.
Dalam praktiknya para wanita penjaja cinta ini mematok tarif yang bervariasi. Untuk media Facebook, mereka membuat akun grup yang namanya disamarkan dengan akun bersifat pribadi agar tidak mudah dikenali oleh banyak orang.
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh tim Serayunews.com, kecanggihan teknologi ini benar-benar dimanfaatkan untuk menawarkan jasa mereka, bahkan pada aplikasi tertentu, mereka secara terang-terangan ‘menawarkan’ diri sendiri.
Selain memajang foto diri, para pekerja ini juga ada yang secara terang-terangan menyatakan siap untuk dibooking dan melayani seks pada status medsos pribadi miliknya. Para perempuan ini juga menyatakan siap melayani panggilan hotel atau penginapan, ada pula yang membuka layanan tersebut pada kamar kos.
Modus yang digunakan dalam menawarkan diri, mereka biasanya memasang status pada aplikasi Michat seperti, ‘Melayani yang serius, BO, ST/LT, sty hotel, tdk menerima kenalan, ready, dan lainnya’.
Seorang PSK yang berhasil ditemui Serayunews.com sebut saja Paijah (bukan nama sebenarnya), sebenarnya dia termasuk orang baru di Banjarnegara, sebelumnya Paijah mengaku bekerja sebagai Ladies Companion (LC) pada sebuah hiburan malam di Purwokerto, namun sejak masa pandemi, hiburan malam ditutup dan dia terpaksa alih profesi sebagai penjaja seks online.
“Bingung karena tiba-tiba kehilangan pekerjaan, saya lantas diajak seorang teman untuk ikut mangkal dengan menggunakan aplikasi Michat. Sejak hiburan malam ditutup saya tidak ada pemasukan, tabungan sudah menipis, sementara kebutuhan hidup jalan terus,” katanya.
Untuk sekali kencan, Paijah mematok harga Rp 600 ribu, harga tersebut sudah termasuk sewa kamar, namun terkadang ada juga yang menawar hingga Rp 300 ribu untuk sekali kencan. “Tergantung tamunya, kadang saya mulai buka harga Rp 1 juta,” katanya.
Adanya wabah Covid 19 memang membuatnya sedikit ada rasa takut, sehingga dia menerapkan cara khusus terhadap para tamunya, termasuk mandi sebelum bermain.
“Kalau takut sebenarnya juga takut, tetapi saya yakin tamu yang datang juga bersih, mereka juga tidak mau ambil risiko,” katanya.
Selain itu, cara lain yang dilakukan para penjaja kenikmatan sesaat ini adalah dengan membatasi jumlah pelanggan. Tidak hanya itu, dia juga mengaku tidak selalu stay di satu tempat. Hal ini dilakukan untuk menghindari razia yang dilakukan oleh petugas.
“Kita pindah tempat, paling tiga hari, terus pindah kota mana lagi, abis itu pindah lagi. Kalau terlalu lama tidak enak juga sama hotelnya,” katanya.
Hal yang sama juga dialami oleh Yuyun (25) juga bukan nama sebenarnya. Perempuan asli Kabupaten Pekalongan ini mengaku baru menjalani profesi ini semenjak wabah Covid 19. Yuyun dan Paijah serta Desi selalu bersama dalam lawatannya.
Biasanya, mereka menyewa dua kamar hotel untuk stay mereka. Ketiga perempuan ini sama-sama menjajakan dirinya melalui aplikasi online, mulai dari Michat hingga Tantan yang merupakan aplikasi mencari jodoh yang sedang ngetren.
Tim Serayunews.com juga berhasil mewawancarai Divo (bukan nama sebenarnya) satu pelanggan PSK onlien. Divo mengaku sudah beberapa kali memanfaatkan aplikasi Michat untuk mendapatkan PSK.
Dia mengaku mengetahui aplikasi tersebut bisa digunakan untuk berkencan dari teman-temannya yang telah lebih dulu mencoba. Sebelum berkencan, Divo memilih wanita berdasarkan foto Display Picture serta status yang dipasang. Ketika ada yang dirasa cocok kemudian langsung menanyakan harga serta negosiasi.
“Kalau harga variasi, biasanya mereka menawarkan diri ada yang Rp 1,5 juta, ada juga yang Rp 300 ribu sekali kencan. Biasanya harga sudah termasuk kamar hotel,” katanya.
Biasanya sebelum mencapai kesepakatan, banyak cara dilakukan pelanggan untuk memastikan apakah layanan tersebut benar atau hanya penipuan, sebab dia mengaku pernah tertipu oleh akun meminta transfer terlebih dahulu sebelum kencan dengan alasan macam-macam.
“Biasanya untuk memastikan itu kita minta nomor HP terus video call, kalau tidak kita langsung janjian ketemu di loby atau di parkiran hotel. Video call ini juga untuk memastikan foto yang dipasang asli atau bukan, karena kebanyakan yang dipajang foto foto cantik dan muda,” katanya.
Divo mengaku tidak terlalu khawatir terjadi penularan virus pada saat berhubungan badan, sebab menurutnya dalam hubungan intim ia selalu menggunakan kondom yang telah disediakan. “Kalau ditanya takut kena virus corona sih takut tapi itu risiko yang penting badan fit jadi meminimalisir penularan. Saran saya, kalau ada yang minta DP dulu jangan deh,” katanya.
Dia juga mengatakan praktik seperti ini tidak hanya terjadi di kota besar, bahkan sekelas Banjarnegara, Purbalingga, dan Wonosobo juga banyak, ada juga yang memanfaatkan kamar hotel dijadikan kamar kos bagi mereka untuk PSK ini berjualan.
Sementara itu, Kasatpol PP Banjarnegara Esti Widodo tidak menampik adanya prostitusi yang menjajakannya melalui media sosial, namun selama ini pihaknya terus melakukan razia dan pembinaan terharap para pelaku yang terjaring.
Tidak hanya itu, beberapa dari pelaku yang terjaring razia juga membuat pernyataan untuk tidak mengulangi lagi, termasuk memberitahukan pada orang tua. “Kalau ada memang ada, hal itu tidak bisa kita bantah. Namun pemerintah dengan segala kekuatan terus meminimalisir dengan razia dan pembinaan, khususnya mereka yang masih dibawah umur. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak kembali pada dunia prostitusi,” ujarnya.
Menurutnya, beberapa PSK yang terjaring memang banyak yang dari luar Banjarnegara, sehingga pihaknya meminta mereka kembali dan tidak lagi menjajakan diri di Banjarnegara. “Kalau itu warga Banjarnegara selain membuat pernyataan dan wajib lapor, kami juga melakukan pembinaan. Harapannya mereka jera dan tidak mengulangi lagi,” ujarnya.
Masalah prostitusi memang sudah ada sejak zaman dahulu, hukum yang ada di negeri ini juga dinilai masih belum kuat, sebab prostitusi tanpa paksaan tidak merupakan perbuatan pidana di Indonesia.
Ketika media sosial mulai berkembang dan masuk di Indonesia, para pengguna dan PSK memanfaatkan hal tersebut untuk menjadi media kopi darat, atau istilah saat ini yaitu prostitusi online. Terlebih di saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, prostitusi online semakin marak karena faktor kebutuhan finansial. (tim)