“Katanya ada pemudik yang dikarantina? Sudah pulang to? Wah ini sih serem sekali, kalau siang bagus, tapi kalau malam medheni (menakutkan),” katanya.
Rumah karantina Desa Sidomulyo itu memang menyeramkan. Bangunan kecil yang sebenarnya musala itu terletak di tengah hutan, dengan jarak lebih dari 300 meter dari pemukiman.
Lokasinya dikelilingi rerimbunan semak dan pohon-pohon besar. Di depan bangunan itu, terdapat sendang tua yang dikelilingi pohon-pohon beringin. Cerita tentang sendang dan adanya petilasan di tempat itu, menambah ngeri suasana. Sejumlah batu-batu berukir seperti peninggalan candi membuat tempat itu dikeramatkan.
“Ini kalau malam gelap ndak. Kalau gelap, ndak bakal bisa tidur to,” jelas Ganjar.
Kepala Desa Sidomulyo, Moh Sawali menerangkan, tempat angker itu sengaja disiapkan untuk karantina bagi pemudik yang nekat pulang tanpa membawa surat kelengkapan. Mereka yang tiba di desa, langsung dikarantina di tempat itu selama enam hari.
“Kemarin ada dua orang yang kami karantina. Kami munculkan ke media dan benar-benar menimbulkan efek jera,” katanya.
Sawali menerangkan, biasanya kalau Lebaran ada 500 lebih warganya yang mudik. Namun setelah ada larangan dan adanya karantina rumah angker itu, pemudik menurun drastis hingga tak lebih dari 25 orang.
“Biasanya rame, ada 500 san orang. Sekarang tidak lebih dari 25. Jadi efek jeranya terasa. Disini memang tempatnya terkenal angker, wingit kalau masyarakat menyebutnya. Jadi kalau lewat saja sudah merinding,” pungkas Sawali.
Ganjar sendiri mengapresiasi ide Moh Sawali yang sangat kreatif. Menurutnya, cara itu bisa mengedukasi masyarakat sekaligus memberikan efek jera.
“Bagus ya, Solo punya tempat karantina bagi pemudik, Banyumas punya dan di sini juga ada. Tapi ini Kadesnya kreatif, pokoknya yang ngeyel mudik dikarantina di rumah angker ini selama enam hari. Kan ngeri, membuat orang takut pulang kampung,” ucapnya.
Cara tersebut lanjut Ganjar bisa mengedukasi masyarakat untuk tidak mudik. Selain itu, juga bisa mengontrol masyarakat agar sehat dan tidak terjadi penyebaran virus covid-19 di desa.
“Jadi tujuannya tidak lain adalah untuk menjaga semua masyarakat agar tetap sehat. Sebenarnya saya ingin ngobrol sama yang dikarantina, pengen tahu perasannya. Tapi ternyata sudah enam hari dan pulang,” ucapnya.