SERAYUNEWS— Hari Pekerja Indonesia diperingati setiap 20 Februari. Ini tentu saja berbeda dengan Hari Buruh pada 1 Mei.
Kenapa hari pekerja ini ada? Dengan tahu sejarah ini, kita juga akan tahu asal-usul kata karyawan sebagai pengganti kata buruh.
Rezim Orde Baru begitu menghindari kata buruh karena identik dengan politik gerakan kiri. Itulah sebabnya sepanjang periode Orde Baru, tak pernah ada peringatan Hari Buruh (May Day) tiap tanggal 1 Mei.
Karyawan berasal dari kata karya (kerja) dan wan (orang). Karyawan mendeskripsikan semua pegawai perusahaan (pabrik) atau kantor, termasuk manajemen. Istilah ini diperkenalkan pada paruh pertama 1960 lewat Operasi Karya ketika tentara terlibat dalam proyek-proyek ekonomi pemerintah.
“Operasi Karya mengizinkan penggunaan ABRI dalam proyek-proyek pembangunan pemerintah di bidang produksi dan distribusi dalam semua tingkatan hingga rehabilitasi dan pembangunan pedesaan,” tulis David Reeves dalam Golkar: Sejarah yang Hilang.
Pada 1963, TNI Angkatan Darat menyeponsori berdirinya organisasi pekerja, Serikat Organisasi Karyawan Seluruh Indonesia (SOKSI). Pembentukan SOKSI bertujuan untuk menyaingi SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia).
Walau begitu, Pemerintah Orba menganggap SOBSI tetap harus mendapat intervensi. Akhirnya, pada tanggal 20 Februari 1974 berdirilah Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI). Tanggal ini yang kemudian menjadi Hari Pekerja Indonesia.
Akan tetapi, tampaknya penggunaan kata buruh di FBSI hanya sementara. Pada kongres tanggal 23-30 November 1985, nama FBSI berubah menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Kehadiran SPSI harapannya dapat menumbuhkan jati diri di kalangan pekerja.
Kemudian, pemerintah Orba memandang perlunya menetapkan tanggal 20 Februari sebagai Hari Pekerja Nasional atau Hari Pekerja Indonesia (Harpekindo). Peringatan itu masih ada hingga kini.
Penetapan Harpekindo pada 20 Februari tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 1991 yang keluar pada 20 Februari 1991 oleh Presiden Soeharto.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, justru Harpekindo mulai terlupakan. Justru banyak pekerja yang lebih memilih untuk memperingati Hari Buruh atau May Day. Hal ini lantaran banyak yang menganggap bahwa reaksi yang diberikan pada Hari Buruh Nasional mampu untuk lebih mendapatkan dampak.*** (O Gozali)