
SERAYUNEWS – Hujan meteor Geminid menghiasi langit akhir pekan ini pada 14-15 Desember 2025, menawarkan pemandangan spektakuler hingga 150 meteor per jam di Indonesia.
Langit malam ini berasal dari asteroid puing-puing 3200 Phaethon yang terbakar saat memasuki atmosfer bumi.
Warga Indonesia memanfaatkan momen ini untuk menikmati keindahan alam semesta tanpa teleskop khusus. Hujan meteor ini mencapai puncak aktivitas di waktu lokal, terutama setelah tengah malam.
Hujan meteor Geminid pertama kali ditemukan pada tahun 1862 oleh astronom Inggris Francis Prescherneer yang mencatat sekitar 14 meteor per jam dari rasi bintang Gemini.
Penelitian Universitas Princeton mengungkap bahwa asal muasal fenomena ini berasal dari asteroid 3200 Phaethon, bukan komet seperti hujan meteor biasa, akibat peristiwa katastropik seperti tabrakan berkecepatan tinggi atau ledakan gas.
Asteroid ini mengorbit Matahari setiap 1,4 tahun dan melepaskan debu serta es yang membentuk aliran meteoroid.
Geminid meningkat secara bertahap sejak penemuan, mencapai zenithal hourly rate (ZHR) 140-150 meteor per jam pada puncaknya.
Di Indonesia, puncak hujan meteor Geminid jatuh pada 14-15 Desember 2025, dengan intensitas hingga 150 meteor per jam di lokasi gelap.
Meteor bergerak lambat dengan kecepatan sedang, memungkinkan mudah dilihat di sepanjang langit, bukan hanya dari pancaran sinar di Gemini.
Fenomena ini aktif mulai 4-20 Desember 2025, namun para pengamat memprioritaskan malam puncak untuk melihat meteor terang yang meninggalkan jejak panjang.
Bulan sabit menipis pada 30% iluminasi naik sekitar pukul 02.00 WIB, sehingga malam awal tetap gelap dan optimal.
Hujan meteor ini unggul karena meteornya terang dan lambat, sering disebut lebih spektakuler daripada Perseid atau Orionid.
Setiap meteor berukuran pasir hingga kerikil membakar pada 35-70 km di atas permukaan bumi, menghasilkan cahaya hijau atau biru.
Pada tahun 2025, tanpa gangguan bulan purnama, pengamat diperkirakan hingga 120 meteor per jam di Indonesia.
Pengamatan ini bersifat edukatif bagi anak muda untuk memperkenalkan astronomi dasar. Komunitas seperti Himpunan Amatir Astronomi Indonesia (HAAI) sering adakan event cerapan massal untuk hujan meteor Geminid.
Ini juga mendorong pariwisata astronomi di lokasi seperti Bromo, meningkatkan ekonomi lokal.***