Purbalingga, serayunews.com
Tarian Barongsai, biasa ditampilkan pada saat perayaan Imlek. Atraksi itu biasa ditunggu oleh masyarakat, tak terkecuali mereka yang bukan etnis Tionghoa. Hal semacam ini, tentu saja tidak terjadi di era Orde Baru.
Pada masa kepemimpinan Orba, jangankan untuk perayaan massal, umat Tri Dharma melakukan peribadatan saja tidak bisa setenang saat ini. Apalagi untuk perayaan besar-besaran, bisa berurusan dengan petugas dari rezim Orba.
“Jelas beda, beda banget (dibandingkan dulu, red),” kata pengurus Klenteng Ho Teo Bio Purbalingga, Lim Ngan Min, Sabtu (21/01/2023).
Baca juga: [insert page=’perayaan-imlek-2023-120-lampion-harapan-terpasang-di-klenteng-ho-tek-bio-purbalingga’ display=’link’ inline]
Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, kegiatan masyarakat Tionghoa di Indonesia diatur dalam Inpres Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina.
Dalam aturan itu, masih diizinkan adanya kegiatan keagamaan dan adat. Tapi dengan catatan tidak mencolok dan digelar secara internal. Hanya saja pada kenyataannya, aparat kantor sosial sering melarang perayaan Imlek.
“Tapi, karena ini soal kepercayaan dan peribadatan, kami tetep melakukan meski tahu konsekuensinya. Besoknya bisa dipanggil petugas, kami penuhi,” ujarnya.
Suasana mulai berubah, pada saat Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Abdul Rahman Wahid atau Gur Dur. Dia mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang mencabut Inpres Nomor 14 Tahun 1967. Gus Dur tidak setuju dengan perlakuan diskriminatif terhadap keturunan Tionghoa di Indonesia.
Semenjak saat itu, perayaan Imlek bisa digelar dengan semarak. Tak hanya soal peribadatan, tapi juga rangkaian perayaan. Bahkan yang turut menikmati pun, tak hanya etnis Tionghoa.
“Biasanya di tengah malam menuju hari H, itu ibadah bersama, dilanjutkan dengan kumpul dan makan-makan,” katanya.
Baca juga: [insert page=’umat-tri-dharma-purbalingga-doakan-agar-indonesia-tetap-aman-dan-damai-di-tahun-politik’ display=’link’ inline]
Beberapa hari berikutnya, dilakukan pesta bersama, bahkan dengan masyarakat lain agama. Saat itulah akan digelar pertunjukkan Barongsai, serta makan bersama masyarakat umum.
“Nanti pas Cap Go meh, ada Barongsai dan makan bersama warga sekitar klenteng,” kata dia.
Selain kegiatan yang berurusan dengan peribadatan, klenteng Hoo Tek Bio Purbalingga, biasa digunakan untuk kumpul lintas komunitas. Sebab, para pengurus klenteng dan para penganut Tri Dharma Purbalingga, aktif berkegiatan sosial.
“Hampir setiap hari, klenteng ini untuk kumpul lintas komunitas,” kata dia.