SERAYUNEWS – Bagi pengusaha muda yang tergabung dalam HIPMI ataupun KADIN, nama Brili Agung sudah tak asing lagi. Namun, nama anak Desa Kedungpring, Kecamatan Kemranjen, Kabupaten Banyumas ini juga sangat familiar bagi kalangan petani. Sebab usaha yang dibangunnya menyentuh dari kalangan bawah hingga ke atas.
Terlahir dari keluarga sederhana, anak pertama dari dua bersaudara ini, kini memiliki belasan bidang usaha, baik di Banyumas maupun di kota lain seperti Cilacap, Solo, Bandung, Sukabumi, Jakarta dan kota lainnya. Usahanya pun beragam, mulai dari bidang perhotelan, klinik, rumah makan, konsultan, pertanian hingga penulis buku. Putra pasangan Sumbono yang merupakan pensiunan guru SMP dan sang ibu yang merupakan guru SD, Sri Wahyuningsih ini, sukses membangun usaha yang mendatangkan banyak PAD untuk Banyumas sekaligus juga membuka lapangan pekerjaan.
“Tidak ada darah pengusaha di keluarga saya, bahkan pada awalnya cita-cita saya adalah menjadi dokter. Saya sudah lolos seleksi PMDK di Fakultas Kedokteran UNS, hanya saja gugur karena faktor kesehatan yaitu gangguan mata dimana saya terkena buta warna parsial. Sempat frustasi dan hilang arah pada waktu itu, tetapi kemudian paman saya mengajak ke Bali untuk kuliah di sana,” tutur lelaki kelahiran 7 Juli 1990 ini.
Brili kemudian melanjutkan kuliah di Politeknik Pariwisata Bali dan mengambil jurusan perhotelan. Di Pulau Dewata inilah, jiwa usahanya mulai terbangun. Memasuki semester 3, ia bersama teman kuliahnya membuat usaha warnet dengan modal awal dari investor sebesar Rp 200 juta. Usaha tersebut berkembang, hingga pada tahun kedua kuliah, Brili sudah tidak lagi meminta kiriman uang dari orang tuanya, bahkan ia mulai menabung pundi-pundi rupiah hasil usahanya tersebut.
“Setelah selesai kuliah, saya merantau ke Jakarta dan bekerja di Ritz Carlton Hotel, mulai front office hingga menjadi HRD. Namun, kejenuhan mulai melanda, meskipun secara ekonomi bisa dibilang mapan, tetapi saya merasa hidup saya tidak membawa manfaat apa-apa bagi orang lain, selain hanya mengejar materi untuk diri sendiri. Saya pun memutuskan untuk resign, meskipun pada waktu itu ditentang oleh kedua orang tua,” kata Brili.
Selepas dari hotel ternama tersebut, Brili mulai membangun usaha bersama temannya. Ia membuka jasa pelatihan, konsultan, pembuatan visa hingga penerjemah dokumen. Usaha yang dirintis dari nol ini ternyata berkembang pesat dan masih bertahan sampai saat ini.
“Untuk memulai usaha, harus ada restu dari orang tua, sedangkan pada waktu itu orang tua saya tidak setuju saya keluar kerja, sehingga saya menggunakan semua tabungan saya untuk menghajikan kedua orang tua pada tahun 2015, dan akhirnya mereka memberikan restu, karena melihat kesungguhan saya untuk membangun usaha sendiri,” ucap ayah dua anak ini.
Sukses membangun usaha di Jakarta, tak lantas membuat Brili berpuas diri. Terlebih saat membaca grup whatsaap alumni SMAN 1 Purwokerto, dimana teman-temannya yang dulu berprestasi, hampir semuanya merantau. Brili pun terketuk untuk pulang ke kampung halaman, sebab jika semua anak-anak muda potensial merantau, siapa yang akan turut berkontribusi membangun Banyumas. Di sisi lain, Brili yang sudah menikah, ingin memberikan suasana kondusif pada keluarga kecilnya. Sebab menurutnya kehidupan di Jakarta mempunyai tingkat stress tinggi, belum lagi dengan segala kemacetannya.
Pulang ke kampung halaman, suami dari Niken Istikhari Muslihah ini memulai usaha pertama dengan membangun hotel, sesuai dengan basic kuliah serta pengalaman kerjanya. Brili mengaku membutuhkan dana Rp4 M untuk memulai usaha perdananya, beruntung sewaktu di Jakarta ia aktif di HIPMI dan menjabat sebagai ketua bidang sarana dan prasarana pertanian, sehingga ia bisa menghimpun modal dari teman-temannya di HIPMI serta alumni SMAN 1 Purwokerto.
Aksara Home Stay, menjadi usaha pertamanya di Purwokerto. Hotel yang berlokasi Mersi ini sempat viral semasa pandemi, karena menyediakan tempat menginap gratis untuk para tenaga medis. Saat ini, untuk usaha properti, Brili sudah mendirikan 3 hotel, satu klinik di Silado, Sumbang serta 3 minimarket.
Ia pun memperluas usahanya dengan merambah bidang pertanian. Pada saat itu, Brili melihat para petani di Banjarsari Kulon, Kecamatan Sumbang menanam cengkeh dan bambu di dataran tinggi yang memang harus dijaga, mengingat lahan tersebut sebagai penyimpan air hujan, jika tak ingin 10 desa di bawahnya mengalami krisis air. Hanya saja, tanaman tersebut kurang produktif sehingga para petani tidak mendapatkan penghasilan yang memadai.
“Saya kemudian berinisiatif untuk mengajak para petani menanam alpukat, sistemnya bagi hasil, mereka kita berikan bibit gratis dan kita beri penyuluhan cara menanam alpukat. Lahan alpukat yang pada awalnya hanya 50 ubin, sekarang sudah berkembang menjadi 20 Ha. Ada 40 petani yang terlibat dan kita juga sudah bentuk koperasi bagi mereka,” jelasnya.
Selain di Sumbang, Brili juga bekerjasama dengan petani di daerah aliran Sungai Serayu, dari mulai Wlahar Wetan, Kaliori hingga Notog. Sawah tadah hujan yang hanya bisa dipanen setahun sekali, kini dijadikan lahan tanaman lemon. Ada 5 Ha lemon yang sudah beberapa kali panen di area tersebut. Untuk hasil panen, Brili sendiri yang menampung dan dipasarkan ke Jakarta.
“Saya memiliki Gudang, sehingga hasil panen buah-buahan kita serap dan kita pasarkan ke Jakarta untuk menyuplai restoran, hotel hingga café-café. Alhamdulillah jaringan bisnis saya di Jakarta masih terjalin dengan baik,” ucap penulis yang sudah menghasilkan 38 buku ini.
Setelah berhasil menghimpun ratusan investor yang sebagian besar dari luar Banyumas untuk berinvestasi di Banyumas sehingga mendatangan PAD, kemudian membuka banyak lapangan pekerjaan untuk warga Banyumas, Brili mengaku hidupnya terasa lebih berarti. Saat ini, cita-cita yang ingin dicapai pada usahanya adalah menjadi perusahaan pertama dari Banyumas yang berhasil meraih Initial Public Offering (IPO) dan masuk bursa saham.
“Semakin sayap usaha berkembang, semakin banyak pula kemanfaatan yang kita tebar untuk orang lain dan itulah makna hidup yang sesungguhnya,” pungkasnya.