SERAYUNEWS – Pedangdut pemilik Inul Vizta, Inul Daratista, protes terhadap kenaikan pajak hiburan. Tak main-main, kenaikan tersebut berkisar 40 sampai 75 persen.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Republik Indonesia, Sandiaga Uno pun merespons hal tersebut. Melalui, akun Instagram pribadinya @sandiaga_uno pada hari ini Senin (15/1/2024), dia meminta masyarakat tak perlu khawatir.
Sebab, saat ini aturan kenaikan pajak hiburan masih dalam judicial review atau tahap pengujian melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
“Pelaku usaha tidak perlu khawatir. Karena masih proses judicial review. Pemerintah memastikan semua kebijakannya itu, untuk memberdayakan dan memberikan kesejahteraan. Bukan untuk mematikan usaha,” kata Sandiaga Uno, di kutip dari serayunews.com.
Lebih lanjut, menurutnya pemerintah tidak akan mematikan industri pariwisata dan ekonomi kreatif, lantaran sektor tersebut baru bangkit pasca pandemi. Terlebih saat ini, sektor tersebut mampu membuka 40 juta lebih lapangan kerja.
“Seluruh kebijakan termasuk pajak akan disesuaikan agar sektor ini kuat, agar sektor ini bisa menciptakan lebih banyak peluang usaha dan lapangan kerja,” lanjutnya.
Tak hanya itu, dirinya mengaku siap untuk mendengarkan masukan dari pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif. Pihaknya juga akan ikut memperjuangkan aspirasi para pelaku usaha.
“Kami akan terus berjuang untuk kesejahteraan pelaku parekraf, untuk terciptanya lapangan pekerjaan, dan kami pastikan tidak akan mematikan industri parekraf yang sudah bangkit ini. Mbak @inul.d dan teman-teman semuanya, terima kasih atas aspirasinya,” pungkasnya.
Sebelumnya, baru-baru ini trending di platform media sosial X, terkait protes yang di lancarkan para pelaku usaha industri ekonomi kreatif, termasuk Inul Daratista.
“Pajak hiburan naik dari 25% ke 40-75% sing nggawe aturan mau ngajak modyar tah !!!!’ tulis Inul Daratista.
Bahkan aturan kenaikan ini telan di gugat oleh Asosiasi SPA Terapis Indonesia (Asti), di mana pihaknya mengajukan judicial review atau pengujian yudisial ke MK.
Hal ini di lakukan, sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-undang No.1/2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Gugatan tersebut sudah di terima oleh Mahkamah Konstitusi pada 5 Januari 2024 lalu.***