SERAYUNEWS—- Jenang Suran adalah tradisi menyambut 1 Muharram Tahun Baru Islam yang dilakukan oleh para abdi dalem juru kunci ( Kasultanan Ngayogyakarta maupun Kasunanan Surakarta ) di Makam Raja-raja Mataram Kotagede.
Ritual ini bertujuan untuk menghormati para leluhur Kerajaan Mataram, serta rasa syukur agar mendapatkan kemudahan dalam menopang beban hidup.
Ritual jenang suran atau yang akrab masyarakat Jawa sebut sebagai jenang panggul menjadi tradisi yang selalu terselenggara setiap malam 1 Suro oleh para abdi dalem di Kotagede.
Tradisi ini sudah ada sejak jaman Sultan Agung Hanyokrokusuma yang merupakan sultan ke-3 yang memerintah Kesultanan Mataram.
Jenang suran sebenarnya hanya berupa bubur beras biasa. Namun, menurut budaya Jawa makanan tersebut sudah secara turun temurun menjadi lambang rasa syukur serta pengharapan atas keselamatan dan kemudahan hidup dari Tuhan kepada manusia.
inti kegiatan jenang suran sendiri sejatinya hanya pemanjatan doa-doa atau tahlilan di kompleks makam kerajaan.
Tradisi ini bermula dengan pembacaan shalawat Nabi dan iringan kesenian hadroh. Kemudian, acara berlanjut dengan doa dan zikir di depan gapura Makam Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa.
Akan tetapi, sebelum menuju kegiatan tersebut, para abdi dalem melakukan prosesi berupa arak-arakan uborampe yang terdiri dari jenang suran, tumpeng nasi kuning, sayur kari kubis, serta ingkung ayam kampung.
Uborampe itu juga nantinya akan dibagi-bagikan kepada pengunjung yang datang dalam ritual tersebut.
Dalam tradisi ini, juru kunci menyiapkan jenang/bubur yang bernama jenang panggul untuk warga yang datang/pejiarah. Jenang panggul terbuat dari beras dengan lauk tahu, tempe, sayuran, dan dele ireng/kedelai hitam.
Jenang pangul sendiri bermakna memanggul, artinya bahwa abdi dalem dan masyarakat yang datang bisa kuat memanggul beban hidup di tahun yang baru.
Kemudian, dele atau kedelai bermakna del dalam Bahasa Jawa yang berarti putus. Sementara itu, ireng artinya segala yang tidak baik. Dele ireng berarti terputusnya segala yang tidak baik.
Tahun ini ritual akan berlangsung pada hari Sabtu 6 Juli 2024 mulai jam 22.30 WIB di Makam Raja-Raja Mataram Kotagede Yogyakarta.***(O Gozali)