SERAYUNEWS– KAI lakukan perucatan (besituakan) terhadap 7 lokomotif diesel hidrolik yang berstatus ATDO (Aktiva Tetap Diberhentikan dari Operasi) di Dipo Cilacap. Proses ini dilakukan karena lokomotif itu sudah tidak bisa dioperasionalkan lagi.
“Secara aset tidak bisa lagi difungsikan, dan sudah sangat lama parkir (diam di tempat) bahkan kurang baik untuk lingkungan kerja di sekitarnya,” ujar Manager Humas Daop 5 Purwokerto, Krisbiyantoro, kepada serayunews.com, Senin (31/7/2023).
Krisbiyanto mengatakan, bahwa dari jumlah 7 lokomotif tersebut yaitu 3 Lokomotif seri D301, 2 Lokomotif seri D300, 1 Lokomotif seri BB300 dan 1 Lokomotif seri BB301. Selain 7 lokomotif ada 1 lokomotif yang dikirim ke Jember.
“Proses yang panjang, untuk jadi ATDO melalui kementrian BUMN, Perhubungan, Keuangan, berlanjut ke KAI pada Direktorat Sarana, Logistik dan Direktorat Keuangan,” imbuhnya.
Dalam perjalanannya, Lokomotif D300 adalah lokomotif diesel tipe hidrolik yang dibeli dari pabrik Krupp (Jerman) dan mulai didinaskan pada tahun 1968. Lokomotif ini didatangkan oleh PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api) sebanyak 30 unit pada tahun 1968 untuk menggantikan peran lokomotif-lokomotif uap tipe kecil seperti lokomotif uap C11, C12, C13, C14, C15.
“Awal mula pada masanya Lokomotif D , juga sebagai penarik KA penumpang dan barang, begitu juga setelah berganti masa ke Lokomotif BB. Dan setelah ada Lokomotif BB maka Lokomotif D beralih fungsi ke operasi yang lebih ringan (langsir),” ujarnya.
Perucatan 7 lokomotif di Dipo Cilacap mengundang reaksi komunitas sejarah di Cilacap, salah satunya Komunitas Tjilatjap History yang menyayangkan jika semua lokomotif berusia tua itu dibesituakan semua. Mereka berharap ada satu yang dijadikan pajangan seperti di kota-kota besar.
“Kenapa ndak dipajang satu kaya di kota-kota besar ada lokomotif seperti Purwokerto dipajang, inginnya sepeti itu, di Cilacap juga ada,” ujar Ketua Tjilatjap History, Riyadh Ginanjar.
Di sisi lain, dari menilik sejarahnya, lokomotif tersebut berperan saat mengawali era industri di Cilacap, yang saat itu sebagai alat transportasi barang dari berbagai perusahaan seperti Pertamina, Pemintalan, Semen Nusantara, dan Sriwijaya.