SERAYUNEWS– Tak banyak yang tahu kapan Istana Merdeka di Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, pertama kali dijadikan lokasi peringatan detik-detik proklamasi. Karena, Bangsa Indonesia justru lebih mengenal rumah pribadi Proklamator Soekarno di Jl Pegangsaan Timur Nomor 56.
Rumah itu berjarak sekitar 6 kilometer dari Istana Merdeka sebagai awal mula proklamasi dikumandangkan, pada 17 Agustus 1945. Mengutip penjelasan di website Kementerian Sekretariat Negara, upacara perayaan kemerdekaan pertama kali diadakan di Istana seluas 2.400 meter persegi itu pada 17 Agustus 1950.
Momentum itu bertepatan kembalinya Soekarno dari pengasingannya di Pulau Bangka pada awal 1950 selepas peristiwa Konferensi Meja Bundar, Desember 1949, sebagai pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda.
Sebelumnya Belanda sempat melancarkan Agresi Militer I sebagai upaya merebut kembali kemerdekaan Indonesia. Seperti dikisahkannya kepada Cindy Adams dalam Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno pun menginjakkan kaki pertama kali di Paleis te Koningsplein pada 7 Juli 1950.
Masyarakat saat itu mengenalnya sebagai Istana Gambir karena terdapat banyak pohon gambir (Uncaria) di sekitarnya. Selain memerintahkan pemasangan tiang bendera setinggi 17 meter untuk mengibarkan bendera merah putih yang telah dijahit ulang oleh Husein Mutahar.
Dikutip dari laman indonesia.go.id, awalnya bendera hasil jahitan Fatmawati tersebut terpaksa dipisahkan kedua warnanya saat peristiwa serangan Belanda di Agresi Militer I. Dalam halaman 389 cetakan keempat Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, diceritakan bahwa sebagai simbol negara, bendera tersebut harus diselamatkan untuk dikibarkan kembali pada waktunya.
Soekarno pun memerintahkan Mutahar selaku ajudan pribadinya, untuk menyelamatkan bendera pusaka tersebut dan meletakkan di dalam sebuah peti besi. Sebelum berangkat ke Yogakarta, Soekarno meminta pencipta lagu Syukur tersebut menyerahkan kembali bendera tersebut kepada dirinya di lain kesempatan.
Pencipta lagu Hari Merdeka ini tak hilang akal. Demi menyelamatkan merah putih dari sitaan tentara Belanda, tentara berpangkat mayor laut itu pun membuka kembali jahitan bendera karya Fatmawati. Lembaran kain warna putih ia sembunyikan di dalam bajunya dan kain merah ia selipkan ke tas pakaian.
Setelah situasi aman, Mutahar yang kelahiran Semarang, 5 Agustus 1916 itu menjahit kembali lembar kain merah dan putih menjadi bendera pusaka di bekas lubang jahitan awal. Pada Juni 1948, Soekarno yang berada di pengasingan Pulau Bangka meminta ajudannya tadi mengirimkan bendera pusaka kepadanya.
R Soedjono pun mendapat amanah menerbangkan bendera yang telah dibungkus koran kepada Soekarno. Bendera itu pula yang akhirnya dikibarkan pertama kali pada 17 Agustus 1950 di Istana Merdeka, nama yang dipilih Soekarno menggantikan Istana Gambir.
Nasib serupa juga dilakukan terhadap Istana Rijswijk yang berada di belakang Istana Merdeka dan oleh Sang Proklamator diberi nama baru Istana Negara. Ketika pertama kali memasuki Istana Merdeka, Soekarno mendapati kondisinya berantakan.
Itu terjadi setelah ditinggal pergi penghuni terakhirnya, Louis Joseph Maria Beel selaku Komisaris Tinggi Pemerintah Kerajaan Belanda di Indonesia. Beel yang juga Perdana Menteri Belanda era 1946-1948, menjabat Komisaris Tinggi sejak 29 Oktober 1948 sampai 18 Mei 1949 menggantikan peran Hubertus Johannes van Mook selaku gubernur jenderal terakhir Hindia Belanda.
Mook angkat kaki dari Istana Gambir pada 1 November 1948 setelah memimpin Hindia Belanda sejak 14 September 1941. Upacara penaikan bendera pusaka di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1950 adalah ketiga kalinya sejak di Pegangsaan Timur pada 1945 dan setahun setelahnya, 17 Agustus 1946 di halaman Gedung Agung, Yogyakarta.
Hal itu terjadi karena meski telah merdeka, situasi di Jakarta masih belum aman untuk diadakan upacara 17 Agustus dan menyebabkan Soekarno serta Mohammad Hatta selaku pemimpin Indonesia pindah ke Kota Gudeg dan memfungsikan Gedung Agung buatan tahun 1869 sebagai istana kepresidenan.