SERAYUNEWS- Presiden terpilih Prabowo Subianto semakin mantap dengan rencana membentuk Kementerian Penerimaan Negara.
Kementerian ini menjadi gabungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC).
“Pada Asta Cita ke-8 kalau tidak salah, Badan Penerimaan Negara nanti jadi Kementerian Penerimaan Negara. Menterinya sudah ada,” ungkap Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra sekaligus adik Prabowo, Hashim Djojohadikusumo, pada saat Diskusi Ekonomi Kadin Indonesia, Senin (7/10/2024).
Prabowo memang pernah berjanji memisahkan Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) jika menang di Pilpres 2024.
Janji ini tertuang dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat yang akan jadi fokus Prabowo dan Gibran Rakabuming Raka.
Pemisahan itu akan berujung pada Badan Penerimaan Negara (BPN) yang berada langsung di bawah presiden. Saat itu ada perubahan nomenklatur menjadi Kementerian.
Hashim menjelaskan, pemerintahan Prabowo-Gibran akan menetapkan target penerimaan negara mencapai 23 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh lebih besar dari proyeksi penerimaan negara di tahun 2024 ini hanya 12,7 persen dari PDB.
Hashim mengatakan, Kementerian Penerimaan Negara ini menggantikan istilah yang sebelumnya bernama Badan Penerimaan Negara.
“Badan Penerimaan Negara menjadi Kementerian Penerimaan Negara. Menteri nya sudah ada dan di situ jelas Prabowo akan menuju rasio penerimaan negara menjadi 23% dari PDB, itu angka dari tim saya,” kata Hashim.
Hashim mengatakan, target Kementerian Penerimaan Negara itu bukanlah hal yang tidak realistis.
Pasalnya, berdasarkan hasil pertemuan sebanyak 7 kali dengan Bank Dunia, masalah penerimaan negara Indonesia kecil adalah karena ratio pendapatan (revenue ratio), terdiri dari pajak, cukai, dan PNBP, yang terlampau rendah.
“Revenue ratio kita sangat rendah. Tax ratio kita hanya 10-10,5 persen. Revenue ratio itu pajak ditambah cukai, ditambah PNBP, ditambah lain-lain forecast untuk tahun ini 12,7 persen,” ungkap Hashim.
Berdasarkan saran Bank Dunia, Hashim mengatakan Indonesia perlu memanfaatkan teknologi informasi (IT) seperti kecerdasan buatan (AI) untuk mendukung pencapaian target rasio pendapatan 23 persen dari PDB.
Selain itu, lanjut dia, pemerintah juga perlu menutup kebocoran alias pengemplang pajak dengan tanpa menaikkan tarif pajak yang saat ini sebesar 22 persen. ***(Kalingga Zaman)