SERAYUNEWS—- Asuransi kendaraan motor atau mobil yang selama ini bersifat sukarela akan berubah menjadi wajib.
Pemerintah mulai mewajibkan pada Januari 2025, seluruh pemilik kendaraan bermotor di Indonesia wajib memiliki asuransi Third Party Liability (TPL).
TPL adalah asuransi yang menanggung risiko tuntutan ganti rugi dari pihak ketiga saat kendaraan yang dia tumpangi menimbulkan kerugian pada orang lain.
Misalnya, saat seseorang mengalami kecelakaan lalu lintas, korban juga mengalami kerugian material, seperti kerusakan kendaraan maupun fasilitas.
Korban akan menerima ganti kerugian secara material dan santunan dari asuransi bila kendaraan sudah terdaftar asuransi TPL.
TPL mengganti kerugian terhadap dua hal. Pertama, kematian atau cedera pihak ketiga yang terlibat dalam kecelakaan. Kedua, penggantian kerusakan atas aset pihak ketiga, di luar aset sebagai pemegang polis asuransi..
Kewajiban asuransi tersebut ada dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) di mana saat ini ini asuransi kendaraan bersifat sukarela.
“Dan diharapkan peraturan pemerintah terkait asuransi wajib itu sesuai dengan UU paling lambat 2 tahun sejak PPSK, artinya Januari 2025 setiap kendaraan ada TPL,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam Insurance Forum 2024,(16/7/2024).
Untuk cara pembayarannya, saat ini masih dalam pembahasan. Namun, sejauh ini ada wacana bahwa pembelian asuransi TPL ini akan pemerintah bebankan saat masyarakat membayar atau memperpanjang STNK.
“Yang kami kepikir sekarang adalah dicharge di STNK-nya. Karena kan setiap tahun kan bayar STNK. Jadi, di sana ditambahin biaya ini. Misalnya nih, ambillah yang angkanya sama dengan Jasaraharja, misalnya Rp150 ribu untuk mobil misalnya. Jadi, kan pada saat misalnya nyelakain orang, nabrak mobil, sudah ada dananya gitu,” kata Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI Wayan Pariama (13/5/2024).
Wakil Ketua DPR RI Bidang Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Abdul Muhaimin Iskandar menyatakan kebijakan itu bisa membebani masyarakat.
“Ya, pemberlakukan asuransi wajib ranmor tentu akan memberatkan. Sekarang saja beli motor sudah kena pajak, jalanan yang dilalui juga pajak, masak kendaraannya juga dibebani asuransi wajib,” tuturnya di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
“Kalau memang perlu pemasukan, ayo pakai cara-cara yang kreatif, bukan malah membebani masyarakat dengan asuransi,” lanjut pria yang akrab dipanggil Cak Imin.
Sekilas rencana ini mata mirip dengan Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat). Mirip tujuannya, mirip mekanismenya. Keduanya masuk klaster pungutan oleh negara dengan atribut pemaksaan.
Penyikapan dari rakyat kebanyakan juga mirip, bahkan sama. Rakyat sama-sama menolak, sebab membuat hidup lebih berat, sama-sama menentang lantaran menambah beban.***(O Gozali)