SERAYU NEWS – Universitas Udayana (UNUD) secara resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada Jumat, 29 Maret 2025 di Denpasar, Bali.
Kerja sama ini bertujuan untuk mendukung program bela negara, pembinaan karakter, serta pelatihan kepemimpinan di lingkungan kampus.
Namun, kerja sama ini justru menimbulkan kontroversi. Banyak pihak, khususnya mahasiswa, menilai langkah tersebut bisa mengancam kebebasan akademik yang selama berkembang di institusi pendidikan tinggi.
Menanggapi kerja sama ini, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Udayana menyatakan penolakan tegas.
Dalam pernyataan resminya, BEM menyatakan bahwa keterlibatan militer dalam dunia pendidikan bisa membahayakan kebebasan berpikir mahasiswa.
“Kami tidak ingin dunia akademik menjadi alat untuk mendukung agenda militer. Kampus seharusnya tetap menjadi ruang bebas berpikir dan berpendapat,” tegas Ketua BEM UNUD.
BEM juga menilai bahwa kerja sama semacam ini berpotensi menjadi alat kontrol terhadap gerakan mahasiswa yang selama ini kritis terhadap kebijakan negara.
Pihak rektorat UNUD menyampaikan bahwa kerja sama ini merupakan bagian dari upaya mencetak generasi muda yang memiliki jiwa nasionalisme. Namun, belum ada informasi detail mengenai kegiatan apa saja yang akan mereka jalankan.
Pakar pendidikan menyarankan agar setiap bentuk kerja sama antara institusi militer dan pendidikan tinggi berlangsung secara transparan dan inklusif.
Jika tidak, mereka khawatir hal ini bisa membungkam kritik serta mengubah kampus menjadi tempat yang represif.
Kebebasan akademik merupakan salah satu pilar penting dalam demokrasi dan pendidikan. Campur tangan militer dalam ruang akademik dikhawatirkan akan membatasi ruang diskusi, kritik, dan kreativitas mahasiswa.
Mahasiswa dari berbagai kampus juga mulai menunjukkan solidaritas melalui media sosial dengan tagar seperti #TolakMiliterMasukKampus dan #SaveKebebasanAkademik.
Ini menandakan bahwa generasi muda Indonesia mulai sadar pentingnya menjaga independensi institusi pendidikan.
Kerja sama UNUD dan TNI memang menuai pro-kontra. Di satu sisi, kolaborasi ini merupakan upaya membentuk karakter kebangsaan.
Namun di sisi lain, mahasiswa dan kalangan akademisi mengingatkan pentingnya menjaga ruang kampus dari intervensi yang bisa membatasi kebebasan berpikir.
Sebagai negara demokratis, Indonesia seharusnya mendorong kampus sebagai ruang bebas dan independen.
Setiap bentuk kerja sama harus melalui kajian mendalam, partisipasi publik, dan tidak melanggar prinsip kebebasan akademik.
Kritik terhadap kerja sama ini juga datang dari sejumlah alumni dan akademisi. Mereka menekankan bahwa kampus harus menjadi ruang aman bagi semua mahasiswa, tanpa ada tekanan dari institusi yang memiliki kekuatan koersif seperti militer.
Keterlibatan TNI tanpa regulasi yang ketat dikhawatirkan bisa menciptakan budaya takut dan membungkam kritik sosial yang konstruktif.***