Hal tersebut terungkap dari berbagai elemen masyarakat, pada acara Diskusi Konservasi Sungai dengan tema ‘Kali Ilang Kedunge’, Rabu (14/10/2020) sore. Diskusi ini menjadi langkah awal pemetaan dalam road to ekspedisi sisik naga. Sehingga, nantinya bisa merealisasikan pelestarian alam, mulai dari hulu hingga hilir.
Taufik Katamso, sesepuh Perhimpunan Pegiat Alam (PPA) Gasda, menyampaikan kerusakan hutan menjadi ancaman bagi kelestarian sungai. Sungai semakin dangkal, gampang banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Kerusakan sungai juga menjadi ancaman bagi tersedianya air persih dan terganggunya pasokan air bagi pertanian, peternakan dan sektor lainnya.
“Ini jika dinilai secara ekonomi sangat besar dan berdampak bagi semua orang sehingga konservasi sungai dan pelestarian alam harus menjadi perhatian bersama,” katanya.
Acara yang diselenggarakan PPA Gasda bekerjasama dengan Forum Purbalingga bersih itu tersebut dihadiri oleh dinas-dinas terkait, Perhutani KPH Banyumas Timur dan berbagai komunitas pecinta alam di Purbalingga. Kemudian juga disiarkan secara live di media sosial serta webinar melalui aplikasi zoom.
Pegiat Mancing Mania Purbalingga (MMP), Agus Ardiatmaja membenarkan jika kondisi sungai-sungai di Purbalingga memang dalam kondisi memprihatinkan. Ia yang sejak kecil sudah menjelajahi sungai-sungai di Purbalingga menyebutkan perbedaan kondisi sungai yang sangat jauh dan semakin rusak dari tahun ke tahun.
“Dulu sangat mudah menjumpai ikan-ikan di semua sungai di Purbalingga. Kedung-kedung sungai sangat dalam dan menjadi rumah berbagai macam ikan. Kini orang njala dan mancing lebih banyak boncosnya,” ujar Agus.
Agus menyebutkan kerusakan sungai, selain disebabkan karena kerusakan hutan juga akibat praktek galian C dan penyedotan pasir yang masif. Alih fungsi lahan juga pembangunan tak ramah lingkungan.
“Sekarang kedung sudah banyak yang rata, sudah seperti ramalan Jayabaya, ‘kali ilang kedunge’,” ujarnya.
Kerusakan sungai juga mengancam kepunakan berbagai keanekaragaman hayati, terutama biota sungai. Ia mencontohkan, dulu sangat mudah dijumpai ikan tambra, beong, melem, tawes, seruni, gabus, pethek dan lainnya di sungai-sungai.
“Saya khawatir anak cucu kita nanti tidak mengenal ikan melem, saat itu bisa jadi melem sudah menjadi fosil,” ujarnya.
Pegiat Forum Purbalingga Bersih, Kris Hartoyo Yahya, menyampaikan bahwa upaya konservasi sungai harus menjadi perhatian bersama. Menurut Tokoh Tionghoa Purbalingga itu kelestarian sungai mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
“Harus ada tindak lanjut dari diskusi ini, action yang nyata untuk melestarikan sungai-sungai di Purbalingga,” katanya.
Heri Kusnanto, expert muda KSDH Perhutani Banyumas Timur menyebutkan bahwa kawasan hulu sungai di Purbalingga berstatus sebagai hutan lindung. Perhutani melakukan berbagai daya upaya untuk melestarikan kawasan hutan, diantaranya dengan melakukan penghijauan.
“Perhutani juga mengurangi tekanan terhadap hutan dengan melibatkan masyarakat dalam konsep perhutanan sosial yang mengkombinasikan pelestarian hutan dan pemberdayaan,” katanya.
Dia menyebutkan, bahwa kawasan tersebut menjadi hulu dari 19 sungai yang mengalir di Purbalingga. Kemudian, wilayah itu juga merupakan ‘water catchment’ area yang menjadi penyedia air bersih bagi wilayah Purbalingga. Saat ini, kawasan hutan tersebut terus menerus mendapatkan ancaman dan tekanan terhadap kelestariannya. Misanya, penebangan liar, alih fungsi menjadi lahan pertanian, perambahan hutan, perburuan satwa liar serta pengembangan wisata masal yang tidak ramah lingkungan.
“Makan perlukan upaya advokasi dan pelestarian agar kawasan hutan tersebut tetap lestari. Sebagai dasarnya, diperlukan data-data yang komprehensif tentang kawasan hutan tersebut,” kata dia.
Diketahui, Kabupaten Purbalingga masih memiliki kawasan hutan alam yang masih tersisa. Area tersebut ada di wilayah yang disebut dengan Zona Serayu Utara yang saat ini dibawah pengelolaan Perum Perhutani. Wilayah tersebut membentang di utara Purbalingga dari Kecamatan Rembang, Karangmoncol, Karanganyar, Karangjambu sampai Karangreja yang berbatasan dengan Banjarnegara, Pekalongan dan Pemalang. Topografinya berbukit-bukit dan jika dilihat melalui google earth tampak seperti sisik-sisik naga sehingga disebut dengan ‘Pegunungan Sisik Naga’.