Belakangan ini, bencana banjir dan tanah longsor melanda sejumlah wilayah di Cilacap bagian barat. Bahkan ribuan warga di sana turut terdampak. Menanggapi hal tersebut, Komisi D DPRD Cilacap menyebut butuh perhatian dari semua pihak termasuk pemerintah pusat.
Cilacap, serayunews.com
Ketua Komisi D DPRD Cilacap Didi Yudi Cahyadi mengatakan, dalam penanganan banjir dan tanah longsor, khususnya di Cilacap bagian barat, pihaknya menilai ada beberapa hal yang perlu pembenahan.
Menurutnya, beberapa penanganannya di antaranya perlu normalisasi sungai-sungai yang hulunya ke Sungai Citanduy. Kemudian perbaikan tata letak jembatan yang berada di bawah tanggul, memperbaiki klep sungai yang rusak, dan percepatan pembangunan Bendungan Matenggeng di Dayeuhluhur.
“Klep sungai yang rusak harus ada perbaikan, agar aliran sungai lancar, yang dari Cibeurem, Cikawung, sungai-sungai besar yang hulunya ke Citanduy. Solusinya bagaimana Bendungan Matenggeng di Dayeuhluhur ada percepatan pembangunannya. Kalau debit sungai Citanduy dibendung, otomatis air akan semakin lancar masuk ke Citanduy,” ujarnya, Senin (31/10/2022).
Didi mengatakan, bahwa di Cilacap bagian barat masih terdapat jembatan yang berada di bawah tanggul, sehingga rawan kebanjiran. Salah satu contoh di Patimuan Cilacap yang sempat banjir beberapa waktu lalu hingga membuat jalan nasional yang melewatinya lumpuh.
“Kita mengimbau kepada BBWS dan pemerintah ketika merencanakan pembangunan jalan ataupun apa harus perhitungan. Perencanaan yang betul jangan ada jalan di bawah sungai, jembatan di bawah tanggul,” ujarnya.
Sedangkan terkait dengan tanggul yang rawan jebol juga jadi keluhan pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Citanduy. Banyak tanggul yang ditanami tanaman palawija di antaranya pohon singkong dan pisang, sehingga membuat tanah menjadi gembur.
“Banyak tanggul sungai yang ditanami tanaman singkong, BBWS minta kepada kades-kades untuk menertibkan, karena tanggul jadi gembur dan rawan jebol. Apalagi yang diambil untuk bata merah juga banyak. Ini yang harus bersama-sama menyadarkan masyarakat sehingga tidak ada kejadian-kejadian yang seperti itu lagi,” ujarnya.
Sedangkan terkait dengan bencana tanah longsor, penanganannya dengan reboisasi, penanaman pohon yang memang kuat. Hal itu sebagai upaya mitigasi, karena di sisi lain cuaca ekstrem belakangan ini kerap terjadi.
Selain itu, berdasarkan peninjauan titik longsor di daerah Majenang, Cimanggu, Wanareja dan Dayeuhluhur, Didi menilai banyak tebing dengan kemiringan hingga 45 derajat yang berada di wilayah permukiman.
“Kalau masalah longsor kita antisipasi kepada masyarakat untuk sigap bencana, kalau memang hujannya terus menerus di wilayah pegunungan, saya kira harus waspada,” ujarnya.
Untuk mengantisipasi longsor perlu pembanguan talut penahan tebing. Namun anggaran terbatas akibat refocusing untuk penanganan Covid. Sehingga perlu koordinasi, baik dengan pemerintah daerah dan kementerian terkait penangannan hal tersebut.
“Kita akan berembug antara legislatif dan eksekutif, menghitung betul terkait dengan penanganan bencana yang ada di gunung, bantaran sungai, dan pantai. Agar ada perhitungan dengan matang, paling tidak ada konsultasi ke kementerian yang menangani,” tandasnya.
Perlu diketahui, sejumlah wilayah di Cilacap bagian barat yang sempat banjir maupun tanah longsor belum lama ini di antaranya, Jeruklegi, Kawunganten, Sidareja, Kampung Laut, Bantarsari, Wanareja, Patimuan, Karangpucung, Majenang, dan Dayeuhluhur.