
SERAYUNEWS- PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk melalui PT BRI Manajemen Investasi (BRI-MI) resmi mencatatkan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset Syariah (KIK EBA Syariah) di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan nilai penerbitan Rp1,95 triliun.
Produk bernama KIK EBA Syariah BRI-MI Jakarta Lingkar Barat Satu (BJLB1) ini mengantongi rating AAA dari Pefindo, menjadi instrumen syariah perdana di sektor infrastruktur yang hadir di pasar modal nasional.
Direktur Utama BRI-MI, Tina Meilina, menyatakan bahwa masuknya BJLB1 ke BEI menunjukkan meningkatnya minat investor terhadap instrumen syariah berkualitas.
Ia menegaskan instrumen tersebut memadukan prinsip syariah, transparansi, dan nilai ekonomi dalam satu produk investasi yang kredibel.
BRI-MI berharap peluncuran ini menjadi momentum percepatan pertumbuhan pasar keuangan syariah, sekaligus memperkuat ekosistem pembiayaan berbasis syariah untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Wakil Direktur Utama BRI, Agus Noorsanto, menekankan bahwa sinergi antarperusahaan anak berperan besar menjaga kinerja grup. Hingga kuartal III 2025, total aset 10 anak usaha BRI tumbuh 15% YoY menjadi Rp244,5 triliun.
Dari sisi profit, laba bersih anak usaha meningkat 27,6% YoY menjadi Rp8,2 triliun, mengontribusi 19,9% terhadap total laba konsolidasi BRI.
Di tengah euforia pencatatan KIK EBA Syariah, saham BBRI justru melemah 2,26% ke Rp3.890 pada sesi I perdagangan Selasa (25/11/2025). Investor asing mencatatkan net sell jumbo 138,7 juta saham, menjadi yang terbesar di pasar reguler hari itu.
Sepanjang sesi, harga bergerak di kisaran Rp3.870–3.980, dengan nilai transaksi mencapai Rp708 miliar.
Meski tekanan jangka pendek masih muncul dari pembersihan portofolio mikro dan lemahnya pendapatan non-bunga, analis Samuel Sekuritas tetap memandang BBRI punya masa depan cerah.
Bank pelat merah ini tetap mempertahankan target pertumbuhan kredit 2025 di 7–9%. Pertumbuhan kredit mikro diperkirakan pulih bertahap mulai 2026, kembali normal pada kisaran 9–10% per tahun.
Samuel Sekuritas memproyeksikan NIM BBRI stabil di 7,3–7,7%, ditopang oleh CASA di atas 65% dan strategi penetapan bunga kredit yang selektif.
Sementara itu, biaya kredit (CoC) diperkirakan berada di batas atas panduan, yakni 3,2–3,3%, seiring peningkatan write-off di segmen mikro. Namun CoC diprediksi turun ke 2,9–3,2% pada 2026 setelah penyelesaian legacy portfolio.
Mereka mempertahankan rekomendasi BUY untuk saham BBRI dengan target harga Rp4.400 atau PBV 2026 sebesar 2x.
IHSG Tersungkur, Asing Buang Rp1,2 Triliun Saham BBRI
IHSG ditutup melemah 0,56% ke level 8.521,88 pada perdagangan Selasa (25/11/2025). Aktivitas asing mencatat net sell Rp1,5 triliun di pasar reguler.
Dari angka tersebut, BBRI menjadi korban terbesar dengan nilai penjualan asing mencapai Rp1,2 triliun, diikuti BUMI, BRPT, WIFI, dan EMTK.
Emiten yang Jadi Sasaran Buy Asing
Di sisi lain, beberapa saham justru diborong investor asing, dipimpin oleh BRMS senilai Rp1,4 triliun. Saham lain seperti ICBP, FILM, KLBF, dan PTRO juga menerima aliran modal masuk.