SERAYUNEWS- Setiap profesi memiliki seperangkat aturan yang wajib dijunjung tinggi, begitu pula dengan profesi guru.
Sosok guru dikenal sebagai panutan bagi siswa dan masyarakat, sesuai petuah Ki Hajar Dewantara: “Ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.”
Prinsip inilah yang menjadi dasar pentingnya keberadaan kode etik guru, rambu-rambu moral dan profesional yang menjadi pedoman bagi setiap pendidik di Indonesia.
Melasir laman resmi SMK Tecma Ciambar, berikut kami sajikan ulasan selengkapnya:
Sejarah penyusunan Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) dimulai pada tahun 1971 ketika FIP-IKIP Malang menyelenggarakan seminar tentang etika jabatan guru.
Seminar tersebut dihadiri oleh berbagai pihak penting, mulai dari perwakilan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan hingga para dosen dan guru di wilayah Malang.
Selanjutnya, pada tahun 1973, PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) melalui Kongres ke-XIII secara resmi merumuskan kode etik guru secara yuridis.
Proses ini melibatkan para ahli pendidikan dan dilakukan melalui beberapa tahapan penting, yaitu:
1. Tahap perumusan (1971–1973)
2. Tahap pengesahan (Kongres PGRI XIII, November 1973)
3. Tahap penguraian (Kongres PGRI XIV, tahun 1979)
4. Tahap penyempurnaan (Kongres PGRI XVI, tahun 1989)
Karena dirumuskan secara yuridis, setiap pelanggaran terhadap kode etik ini dapat dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Secara umum, kode etik guru adalah seperangkat norma, nilai, dan prinsip moral yang wajib dijalankan oleh guru dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga negara.
Kode etik ini berfungsi sebagai pedoman perilaku profesional agar guru dapat membedakan tindakan yang pantas dan tidak pantas dalam konteks pendidikan.
Dengan adanya pedoman ini, guru diharapkan menjadi pribadi yang terhormat, bermartabat, dan berintegritas tinggi.
Isi Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) meliputi prinsip-prinsip berikut:
1. Guru berbakti membimbing peserta didik secara utuh agar menjadi manusia berjiwa Pancasila.
2. Guru melaksanakan kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai kebutuhan siswa.
3. Guru berusaha memahami karakter peserta didik untuk membimbing mereka secara optimal.
4. Guru menciptakan suasana belajar yang kondusif, nyaman, dan menyenangkan.
5. Guru menjaga hubungan baik dengan orang tua dan masyarakat demi keberhasilan pendidikan.
6. Guru mengembangkan mutu dan martabat profesinya secara berkelanjutan.
7. Guru menjaga solidaritas dan semangat kekeluargaan sesama rekan seprofesi.
8. Guru mendukung dan meningkatkan mutu organisasi profesi seperti PGRI.
9. Guru melaksanakan seluruh kebijakan pemerintah di bidang pendidikan.
Fungsi utama kode etik guru adalah sebagai panduan moral dan profesional dalam memberikan layanan pendidikan. Fungsinya mencakup:
1. Menjadi pedoman bagi guru dalam bertindak secara profesional.
2. Menjadi sarana kontrol sosial bagi masyarakat terhadap perilaku guru.
3. Mencegah campur tangan pihak luar yang dapat merusak integritas profesi guru.
Dengan demikian, kode etik bukan hanya simbol moral, tetapi juga landasan hukum dan etika bagi profesi pendidik di Indonesia.
Kode etik guru memiliki beberapa tujuan penting, di antaranya:
1. Menjunjung tinggi martabat profesi guru.
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan anggota profesi.
3. Menjadi pedoman perilaku dalam tugas sehari-hari.
4. Meningkatkan mutu pengabdian guru terhadap bangsa.
5. Meningkatkan kualitas dan profesionalitas guru.
6. Menguatkan solidaritas organisasi profesi guru seperti PGRI.
Kode etik guru disusun berdasarkan tiga sumber utama:
1. Nilai agama dan Pancasila
2. Nilai kompetensi guru, meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
3. Nilai kemanusiaan dan jati diri, yang menekankan perkembangan jasmani, intelektual, spiritual, dan sosial
Ketiga sumber tersebut menjadikan kode etik guru sebagai fondasi moral yang kokoh dalam menjalankan amanah pendidikan nasional.
Dalam praktiknya, penerapan kode etik guru masih menghadapi beberapa kendala, antara lain:
1. Kualitas pendidikan dan profesionalitas guru yang belum merata
2. Keterbatasan sarana dan prasarana pendidikan
3. Permasalahan kesejahteraan dan karier guru
4. Kebijakan pendidikan yang sering berubah
Meski begitu, guru dan pemerintah terus berupaya memperkuat pelaksanaan kode etik melalui pelatihan, peningkatan kompetensi, serta pengawasan oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia (DKGI).
Pelanggaran terhadap kode etik guru didefinisikan sebagai penyimpangan terhadap norma moral dalam profesi pendidik. Pelanggaran dapat dikategorikan sebagai ringan, sedang, atau berat.
Setiap pelanggaran ditangani oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia, dengan sanksi yang bersifat objektif, tidak diskriminatif, dan sesuai peraturan perundang-undangan. Guru yang melanggar kode etik dianggap juga melanggar sumpah profesi yang telah diucapkan.
Kode etik guru tidak hanya menjadi dokumen normatif, tetapi juga menjadi kompas moral di tengah tantangan zaman.
Di era digital dan AI seperti sekarang, guru harus tetap menjunjung tinggi nilai kejujuran, tanggung jawab, dan dedikasi dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Rumusan lengkap Kode Etik Guru Indonesia (KEGI) menggambarkan bagaimana seorang guru dituntut untuk memadukan kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dalam setiap langkah pengabdiannya.
Kode Etik Guru Indonesia bukan sekadar aturan tertulis, tetapi merupakan cermin kehormatan profesi pendidik.
Dengan memahami dan menerapkan kode etik secara konsisten, guru tidak hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga menjadi teladan moral yang sesungguhnya bagi generasi muda bangsa.