SERAYUNEWS – Kredit macet dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu tantangan bagi perbankan maupun lembaga keuangan.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah memberikan regulasi yang mengatur kriteria penghapusan tagih (hapustagih) piutang macet UMKM, khususnya yang telah dihapusbukukan.
Lantas, apa saja kriteria hapus tagih kredit macet UMKM? Jika penasaran dengan informasi tersebut, Anda bisa menyimak artikel ini sampai akhir.
Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN dapat melakukan penghapustagihan terhadap piutang macet UMKM dengan beberapa ketentuan.
a. Kredit atau pembiayaan UMKM program pemerintah
– Kredit ini berasal dari program pemerintah melalui Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN.
– Program tersebut telah selesai pelaksanaannya pada saat berlakunya peraturan terkait.
b. Kredit atau pembiayaan UMKM di luar program pemerintah
– Kredit ini menggunakan dana yang berasal langsung dari Bank dan/atau lembaga keuangan non-Bank BUMN.
c. Kredit atau pembiayaan akibat bencana alam
– Kredit yang terdampak bencana alam seperti gempa, likuefaksi, atau bencana lain yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, atau instansi berwenang.
Kredit atau pembiayaan UMKM yang dapat dihapus tagih harus memenuhi kriteria sebagai berikut.
a. Nilai Pokok Piutang Macet
Maksimal sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) per debitur atau nasabah.
b. Masa Hapusbukukan
Kredit tersebut telah dihapusbukukan minimal selama lima tahun pada saat peraturan ini berlaku.
c. Kredit tanpa Asuransi atau Penjaminan
Kredit yang dihapus tagih tidak dijamin oleh asuransi atau lembaga penjaminan kredit.
d. Kondisi Agunan Kredit
– Kredit tidak memiliki agunan, atau agunan yang ada tidak memungkinkan untuk dijual.
– Dalam kasus lain, agunan telah habis terjual tetapi hasil penjualannya tidak dapat melunasi kewajiban pinjaman nasabah.
Dalam menghadapi kredit macet UMKM, bank dan lembaga keuangan non-bank melakukan berbagai langkah untuk meminimalkan dampak buruk terhadap kinerja keuangan mereka.
1. Restrukturisasi Pinjaman
Bank memberikan opsi restrukturisasi kepada debitur yang mengalami kesulitan keuangan.
Langkah ini dapat berupa perpanjangan tenor pinjaman, penurunan suku bunga, atau perubahan skema pembayaran lain.
Tujuannya adalah untuk memberikan ruang bagi debitur agar tetap dapat memenuhi kewajiban tanpa membebani kondisi keuangan.
2. Pemberian Pinjaman Baru
Dalam beberapa kasus, bank dapat memberikan pinjaman baru kepada debitur UMKM. Pinjaman ini bertujuan untuk menjaga kelangsungan arus kas debitur sehingga usaha tetap berjalan.
Meski demikian, pemberian pinjaman baru bisa terjadi dengan analisis risiko yang ketat untuk menghindari potensi kredit macet berulang.
3. Pendampingan dan Bimbingan
Bank juga memberikan pendampingan kepada pelaku UMKM. Hal ini mencakup pelatihan, edukasi tentang pengelolaan keuangan, hingga strategi bisnis yang efektif.
Dengan adanya bimbingan, pelaku UMKM dapat meningkatkan kapasitas dalam mengelola usaha dan menghadapi tantangan ekonomi.
4. Penyusunan Rencana Pembayaran Baru
Bank bekerja sama dengan debitur untuk menyusun rencana pembayaran baru yang lebih realistis. Dalam rencana ini, besaran cicilan dan jadwal pembayaran sesuai dengan kondisi keuangan debitur.
5. Penyelesaian Secara Hukum
Jika langkah-langkah sebelumnya tidak berhasil, bank dapat mengambil tindakan hukum. Hal ini sesuai dengan peraturan yang berlaku untuk melindungi kepentingan bank maupun negara.
Penyelesaian hukum biasanya menjadi pilihan terakhir setelah semua upaya lain tidak membuahkan hasil.
Kesimpulan
Kredit macet UMKM menjadi isu penting yang perlu ditangani secara komprehensif oleh pemerintah, perbankan, dan lembaga keuangan.
Melalui kebijakan hapus tagih dan langkah strategis seperti restrukturisasi pinjaman, pendampingan, hingga penyelesaian hukum, permasalahan kredit macet dapat berkurang.
Hal ini tidak hanya membantu stabilitas sektor keuangan tetapi juga mendukung pertumbuhan UMKM sebagai salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.***(Umi Uswatun Hasanah)