Cilacap, serayunews.com
Asisten Ekonomi dan Pembangunan Sekda Cilacap Wasi Ariyadi menyampaikan, berdasarkan evaluasi dan monitoring kegiatan sebelumnya, TJKPD masih menemukan berbagai produk olahan makanan mengandung bahan kimia berbahaya.
“Olahan makanan tersebut diantaranya teri nasi dan cumi kering berformalin, serta kerupuk merah, karag, dan jipang beras yang menggunakan pewarna Rhodamin B. Produk tersebut dijajakan bersama kerupuk dan bahan pangan lain yang sudah aman. Dan temuan tersebut sudah dilaporkan ke Loka POM Banyumas dan sudah ditindaklanjuti,” ujar Wasi saat memimpin rakor TJKPD di ruang Jalabumi Cilacap, Kamis (15/04).
Ia menambahkan hasil monitoring secara terus menerus setiap tahun telah berhasil menurunkan jumlah bahan makanan yang mengandung bahan berbahaya. Menurutnya, seperti makanan basah berformalin pada berberapa monitoring tidak ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan produk tersebut beredar kembali, dan ada kecenderungan mengganti formalin dengan boraks.
“Pedagang harus diberi pengertian secara terus menerus tentang bahan bahan berbahaya dalam makanan, dan menjadi tugas tambahan bagi pengelola pasar untuk ikut memantaunya,” ujarnya.
Sedangkan terkait gula masakan, kata Wasi, saat ini industri di Kabupaten Cilacap jumlahnya semakin bertambah. Diperkirakan lebih dari 100 industri yang tersebar di beberapa kecamatan antara lain Jeruklegi, Kawunganten, Bantarsari, Gandrungmangu, Patimuan, Kedungreja, dan Cipari. Untuk perizinan, industri gula masakan kini bukan lagi ranah P-IRT tapi BPOM dengan Izin edar MD. Sebab tempat pengolahannya bukan pada dapur rumah tangga, dengan rata rata produksi di atas 1 ton per hari.
“Dari ratusan industri, baru ada satu izin edar gula coklan sukrosa dengan merk “Manggar Manis” atas nama Dian Mandiri di Jalan Raya Cikembulan, Jeruklegi”, kata Wasi.
Berdasarkan data Dinas Pangan dan Perkebunan Kabupaten Cilacap tahun 2019, di Jeruklegi ada 17 pelaku usaha gula masakan dengan jumlah produksi per bulan mencapai 224 ton. Di Kawunganten baru tercatat ada 6 pelaku usaha dengan jumlah produksi per bulan 7 ton, dan sisanya masih banyak yang belum dilaporkan. Di Kecamatan Bantarsari 18 pelaku usaha dapat memproduksi 326,1 ton gula olahan.
Sementara di Kecamatan Patimuan ada 38 pelaku usaha yang memproduksi 480,5 ton gula maskan per bulan, dan 18 pelaku usaha lainnya di Kecamatan Kedungreja mampu memproduksi 173,5 ton gula masakan. Untuk kecamatan Gandrungmangu dan Cipari masih belum dilaporkan, bahkan di Cipari ada 1 pelaku usaha sebagai distributorgula rafinasi, dextrose, dan bahan pembuat gula masakan lainnya.
Kepala Loka POM Banyumas Sulianto menyampaikan, gula olahan sebenarnya boleh diproduksi masyarakat asalkan memenuhi syarat. Namun di lapangan, menurutnya, banyak pelaku usaha yang memproduksi gula olahan dengan bahan tambahan yang melebihi batas. Sementara di sisi lain, kurangnya sanitasi lingkungan industri gula masakan juga menjadi sorotan utama Loka POM Banyumas.
“Jadi perlu ada sosialisasi pelaku usaha, di mana untuk memproduksi pangan harus dengan hygine sanitasi yang ketat, tidak sembarangan. Karena pangan ini kebutuhan dasar manusia,” katanya.