
SERAYUNEWS- Setiap awal tahun, jutaan wajib pajak di Indonesia kembali dihadapkan pada kewajiban melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Meski pajak sudah dipotong otomatis dari gaji atau transaksi, kewajiban lapor SPT tetap berlaku. Mengapa demikian?
Faktanya, keterlambatan atau kelalaian melaporkan SPT Tahunan dapat berujung sanksi. Wajib Pajak Orang Pribadi dikenai denda Rp100 ribu, sementara Wajib Pajak Badan dikenai denda Rp1 juta.
Denda tersebut ditagihkan melalui Surat Tagihan Pajak (STP). Jika STP tidak dilunasi dan SPT tetap tidak disampaikan, otoritas pajak berwenang mengusulkan pemeriksaan pajak.
Melansir artikel di laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), berikut ulasan selengkapnya:
Meski dilakukan rutin setiap tahun, kewajiban lapor SPT Tahunan masih kerap menuai keluhan. Banyak masyarakat mempertanyakan mengapa administrasi pelaporan tetap dibebankan kepada wajib pajak yang sudah membayar pajak.
“Kenapa tidak langsung ditetapkan saja oleh fiskus?” atau “Mengapa harus lapor lagi padahal pajak sudah dipotong?” menjadi pertanyaan yang sering muncul.
Jawaban atas pertanyaan tersebut berkaitan erat dengan filosofi sistem perpajakan yang dianut Indonesia, yakni self-assessment system.
Secara yuridis, kewajiban lapor SPT Tahunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah diubah terakhir melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Pasal 3 ayat (3) UU tersebut menegaskan bahwa:
Self-assessment system (SAS) adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk:
⦁ menghitung,
⦁ memperhitungkan,
⦁ membayar, dan
⦁ melaporkan sendiri pajak terutangnya.
Dalam sistem ini, wajib pajak dipandang sebagai subjek yang mandiri, cakap, dan bertanggung jawab.
Model serupa juga diterapkan di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Jepang, Australia, Singapura, hingga negara-negara Nordik seperti Swedia.
Tingginya tingkat kepatuhan pajak di negara-negara tersebut didukung oleh transparansi keuangan negara dan otoritas pajak yang akuntabel.
Penerapan SAS bukan semata-mata untuk kepentingan negara, melainkan juga memberikan banyak manfaat bagi wajib pajak.
⦁ Pertama, wajib pajak memiliki kendali penuh.
Wajib pajak tidak perlu menunggu penetapan dari fiskus karena dapat menghitung dan melaporkan sendiri pajaknya sesuai Pasal 12 ayat (1) UU KUP.
⦁ Kedua, membangun budaya sadar pajak.
Kepatuhan lahir dari kesadaran, bukan sekadar rasa takut terhadap sanksi.
⦁ Ketiga, pelaporan makin mudah dan digital.
Melalui e-Filing dan e-Form yang terintegrasi menuju Coretax DJP, pelaporan dapat dilakukan kapan saja tanpa harus datang ke kantor pajak.
⦁ Keempat, memberikan kepastian hukum.
DJP hanya menerbitkan Surat Ketetapan Pajak jika ditemukan ketidakpatuhan, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (1) UU KUP.
⦁ Kelima, meningkatkan transparansi keuangan.
Proses penghitungan pajak mendorong pencatatan dan pembukuan keuangan yang lebih tertib
⦁ Keenam, membuka ruang tax planning yang legal.
Wajib pajak dapat mengelola kewajiban pajaknya secara efisien tanpa melanggar aturan.
⦁ Ketujuh, menanamkan nilai kejujuran dan integritas.
Pelaporan pajak menjadi cerminan tanggung jawab warga negara.
SPT Tahunan juga berfungsi sebagai alat check and recheck atas pajak yang telah dibayar.
Pemotongan pajak otomatis belum tentu mencerminkan seluruh kewajiban, terutama jika wajib pajak memiliki penghasilan tambahan, aset, atau perubahan kondisi keuangan.
Dengan melapor SPT, wajib pajak memastikan bahwa pajak yang dibayarkan benar-benar sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Memasuki era Revolusi Industri 5.0 yang menekankan digitalisasi, big data, dan kecerdasan buatan dengan pendekatan human-centric, Direktorat Jenderal Pajak telah membuka kanal pelaporan mandiri berbasis online.
Jika wajib pajak mengalami kendala, DJP menyediakan layanan Kring Pajak 1500200 serta layanan langsung di kantor pajak terdekat.
Pada akhirnya, pelaporan SPT Tahunan bukan sekadar kewajiban administratif, melainkan wujud kejujuran dan kontribusi nyata terhadap pembangunan negara. Seperti pesan Bung Hatta, kejujuran adalah fondasi utama sebuah bangsa. Lapor SPT tepat waktu karena jujur itu hebat.