Purbalingga, serayunews.com
“Pada 15 Mei 2010 itu mulai terbentuk, saat itu prestasi Persibangga mulai naik, dan Stadion Goentoer juga baru dibangun,” kata Sekretaris Braling Mania, Bayu, Sabtu (8/10/2022).
Beberapa senior yang sangat mencintai bola, terutama tim kebanggaan Purbalingga, mencetuskan untuk membentuk wadah suporter. Saat itu diketuai oleh Bangun Iryanto, dan ada wakil ketua Susilo, serta Adibal dan Bayu sebagai sekretaris, sebagai bendahara Gareng.
“Seiringnya waktu, keanggotaan itu mencapai ribuan, yang ber KTA (kartu tanda anggota, red) saja sampai 1500-an,” katanya.
Bahkan, saat Persibangga berlaga di liga utama, pertumbuhan Braling Mania semakin menggelora. Tak hanya dari kaum pria, tak sedikit juga anggota wanitanya.
Betapa seriusnya membentuk Braling Mania, untuk logo pun sampai disayembarakan. Pemenangnya telah melewati seleksi oleh beberapa orang. Selain tokoh sepak bola, juga ada penilaian dari budayawan.
Sebagai organisasi yang mandiri, yang benar-benar murni ingin memberikan dukungan kepada Laskar Jenderal Soedirman -sebutan bagi tim Persibangga-, Braling Mania pun mencoba membuat lini usaha. Sebisa mungkin hasil bisa untuk menghidupkan organisasi.
“Bener, kita ada lini usaha, bikin merchandise, hasilnya untuk menghidupkan organisasi,” ujarnya.
Suporter sepak bola tak bisa terpisahkan dari sebuah klub. Sampai diistilahkan mereka merupakan pemain keduabelas bagi tim. Sesuai misinya yakni ingin memberikan dungan kepada tim tercinta. Di mana pun tim kesayangan berlaga, Braling Mania selalu ada.
“Misi bisa mendukung tim kandang maupun tandang. Ya kita kawal sejak di liga amatir, sampai pernah di liga profesional, kita ada,” ujarnya.
Braling Mania merupakan kelompok suporter resmi tim Persibangga. Mereka telah berbadan hukum. Braling begitu lekat dengan manajemen tim. Berbagai urusan tim, Braling diberikan ruang untuk memberi masukan.
“Sampai ketika memilih pemain, kami sering diajak diskusi,” ujarnya.
Pendukung militan, mereka akan all out untuk membela tim kebanggaan. Tak hanya dukungan saat di lapangan. Jatuh bangunnya Persibangga, Braling selalu di sisinya. Seperti saat manajemen kolep, Braling langsung bergerak mengumpulkan dana.
“Kekuatan bersama itu memang terasa, tidak disangka bisa terkumpul sampai puluhan juga dari Braling Mania, kita berikan kepada para pemain,” katanya.
Seiring bertambah usia, semakin dewasa pula. Fanatisme dalam membela tim kesayangan, tak lagi membutakan mata. Mulai disadari bahwa apa yang dilakukan, bisa berdampak pada nasib tim.
Diakui Bayu, dahulu, memang sempat ada bersih tegang dengan kelompok suporter kabupaten tetangga. Namun, sampai pada akhirnya kita justru lekat seperti saudara.
“Alhamdulillah hubungan baik, komunikasi baik, bahkan di luar urusan bola, sudah seperti saudara. Bahkan saat kandang maupun tandang, saling menyambut,” katanya.
Peristiwa di Kanjuruhan Malang beberapa waktu lalu, sangat disayangkan oleh banyak kelompok suporter bola. Tragedi terbesar salam sejarah sepak bola Indonesia.
Peristiwa paling memilukan itu setidaknya bisa menjadi pelajaran bagi para suporter. Bahwa sepak bola tak lebih berharga dari nyawa. Fanatisme, egoisme, dan emosi cukup hanya saat di lapangan saja. Bukan hanya para pemain, pendukungnya pun harus bisa juga menjaga sportivitas.
“Peristiwa itu ada hikmahnya, saya kan ikut grup kelompok suporter Indonesia, yang dulu berseteru sekarang sudah pada berdamai, dulu ada rivalistasnya yang sangat kental. Para kelompok suporter, hampir semua mengharapkan perdamaian suporter seluruh Indonesia,” kata dia.