SERAYUNEWS – Satu nama dari Indonesia kembali menjadi sorotan dalam kancah internasional Gereja Katolik. Kardinal Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, dijadwalkan bertolak ke Vatikan pada Minggu, 4 Mei 2025.
Perjalanannya bukan untuk kunjungan biasa, melainkan menghadiri salah satu agenda paling penting dalam tradisi Katolik: Konklaf pemilihan Paus baru.
Setelah wafatnya Paus Fransiskus, Gereja Katolik memasuki masa sede vacante, yaitu masa kosongnya Takhta Suci.
Dalam periode inilah Konklaf diadakan, sebuah proses tertutup di mana para kardinal dari seluruh dunia berkumpul untuk memilih Paus pengganti.
Ignatius Suharyo bukan hanya sekadar hadir. Sebagai kardinal yang masih berusia di bawah 80 tahun, ia memiliki hak suara penuh dalam proses Konklaf.
Artinya, ia berhak memilih Paus berikutnya—dan bahkan secara teoritis bisa saja terpilih sebagai Paus.
Walaupun peluang terpilihnya terbilang kecil, fakta bahwa Indonesia diwakili oleh seorang kardinal dalam forum elit Gereja Katolik ini sudah menjadi kebanggaan tersendiri.
Lebih dari itu, Suharyo menjadi satu dari sedikit suara Asia dalam pemilihan yang selama ini lebih didominasi oleh Eropa dan Amerika Latin.
Konklaf sendiri bukanlah ajang pemilu biasa. Di balik tembok Kapel Sistina, para kardinal akan menjalani serangkaian diskusi, refleksi, dan doa.
Pemilihan Paus adalah keputusan spiritual, bukan semata pertimbangan geopolitik. Kandidat yang terpilih harus meraih dua pertiga suara dari sekitar 135 kardinal yang hadir.
Ignatius Suharyo Hardjoatmodjo lahir pada 9 Juli 1950 di Sedayu, Yogyakarta. Ia berasal dari keluarga Katolik taat, putra dari pasangan Florentinus Amir Hardjodisastra dan Theodora Murni Hardjadisastra.
Namun menariknya, Suharyo muda dulu tidak berniat jadi pastor. Keputusan menekuni hidup religius datang belakangan setelah melalui proses panjang perenungan dan motivasi dari lingkungan sekitarnya.
Ia menempuh pendidikan di Seminari Tinggi Santo Paulus, Kentungan, Yogyakarta.
Setelah ditahbiskan sebagai imam diosesan pada Januari 1976, ia melanjutkan studi doktoral di bidang Teologi Biblis di Universitas Urbaniana, Roma, dan lulus pada 1981.
Karier gerejawinya semakin berkembang setelah kembali ke Indonesia. Pada 22 Agustus 1997, ia ditahbiskan sebagai Uskup Agung Semarang menggantikan Mgr Julius Darmaatmadja SJ.
Lalu pada 29 Juni 2010, ia resmi menjabat sebagai Uskup Agung Jakarta, juga menggantikan Kardinal Darmaatmadja yang pensiun. Pada 5 Oktober 2019, Paus Fransiskus mengangkatnya menjadi kardinal.
Momen ini menempatkan Suharyo dalam jajaran elite Gereja Katolik dunia dan menjadikannya salah satu dari segelintir kardinal asal Indonesia sepanjang sejarah.
Kehadiran Ignatius Suharyo dalam Konklaf kali ini bukan sekadar simbolis. Ia bawa harapan dan kebanggaan umat Katolik Indonesia, serta suara Asia yang selama ini luput dari peran kunci struktur Gereja global.
Meskipun Konklaf kerap memilih Paus dari wilayah Eropa atau Amerika Latin, pengaruh Asia dalam Gereja Katolik terus tumbuh.
Negara-negara seperti Filipina dan India punya jumlah umat yang besar, dan kini Indonesia pun mendapat panggung melalui Suharyo.
Dalam wawancara sebelumnya, Suharyo pernah menyatakan bahwa menjadi kardinal bukanlah ambisi pribadi, melainkan amanah yang berat.
Ia lebih memilih fokus pada pelayanan, pengajaran iman, dan memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa.
Untuk Anda yang belum familiar, Konklaf berasal dari kata Latin cum clave yang berarti “dengan kunci”—menggambarkan situasi di mana para kardinal dikurung di dalam Kapel Sistina hingga berhasil memilih Paus baru.
Proses ini bisa berlangsung beberapa hari, dan setiap putaran pemungutan suara akan disertai dengan asap: hitam jika belum ada hasil, putih jika Paus telah terpilih.
Atmosfer Konklaf sangat sakral. Tidak ada alat komunikasi, tidak ada intervensi dari luar. Para kardinal hanya membawa doa, iman, dan kesadaran penuh akan tanggung jawab besar yang mereka emban.
Kematian Paus Fransiskus pada awal April 2025 tentu menjadi duka bagi umat Katolik sedunia. Namun, Gereja terus bergerak maju.
Melalui Konklaf, harapan baru akan lahir, dan siapa tahu, mungkin salah satu harapan itu datang dari Asia Tenggara.
Apakah Ignatius Suharyo akan terpilih sebagai Paus? Kita belum tahu. Tapi kehadirannya saja sudah cukup untuk membuat bangsa ini bangga.***