SERAYUNEWS– Jejak tulisan pahlawan nasional Sukarjo Wiryopranoto kembali dimunculkan oleh Komunitas Tjilatjap History. Dari tulisan Sukarjo Wiryopranoto nampak semangat kebangsaan untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Melalui bukunya “Lepas dari Belanda”, Sukarjo menggugat perjanjian Linggajati, dimana Belanda hanya mengakui secara de facto Republik Indonesia atas Sumatera, Jawa, dan Madura.
Thomas Sutasman, sebagai editor terbit ulang buku tersebut mengatakan, bahwa sebuah keberuntungan bagi masyarakat Cilacap. Pasalnya, ada putra terbaik bangsa kelahiran Kesugihan, Cilacap, yang menjadi pahlawan nasional, yang kiprah hidupnya bisa menjadi teladan bagi kita. Ia adalah Sukarjo Wiryopranoto. Ia sosok mumpuni dalam pergulatan perjuangan pergerakan, sebelum dan sesudah kemerdekaan.
“Keberuntungan kedua adalah ditemukan buku (stensilan) karya Sukarjo berjudul Lepas Dari Belanda, terbitan tahun 1946. Buku hanya setebal 20 halaman tersebut memuat dua tulisan Sukarjo, berjudul Menolak Persetoedjoean Indonesia-Belanda dan Politiek Indonesia,” ujar Thomas, Kamis 1 Februari 2024.
Penerbitan ulang buku tersebut, lanjut Thomas, menjadi bagian pendokumentasian sejarah yang isinya menggelorakan semangat kebangsaan dan tetap relevan sampai saat ini, bagaimana mempertahankan Republik Indonesia.
“Sebuah respons bagaimana sebagai warga negara menyuarakan pendapatnya, tidak harus berkokang senjata, namun menggunakan tulisan yang tajam bahwa sebuah kebijakan yang bertentangan dengan semangat Proklamasi harus dilawan. Ia menulis bahwa di hati sanubari Belanda tidak nampak kehendak untuk mempersiapkan pengakuan kemerdekaan yang berarti persiapan menarik kedaulatannya dari Indonesia,” tuturnya.
Lebih lanjut kata Thomas, secara tegas Sukarjo mengatakan menolak perundingan Linggajati karena hasil perundingan itu bertentangan dengan Proklamasi Kemerdekaan dan dengan keputusan KNI Pusat, dimana menurut Sukarjo, boleh berunding atas pengakuan Negara Republik Indonesia tetap merdeka seratus persen bukan berunding untuk pengakuan. Dan menurutnya, hasil perundingan akan menyalahi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Mengenai buku Lepas dari Belanda tersebut, Thomas mengatakan tulisan Sukarjo tersebut, masih menggunakan ejaan lama, beberapa kata berbahasa Belanda atau bahasa asing lain, dan mungkin ada kata yang masih ejaan lama yang harus dicari padanan katanya pada masa sekarang.
“Maka, pada buku ini tata bahasa tulisan tersebut masih dibiarkan seperti adanya, hanya ejaan dibawa/diubah/disesuaikan ke ejaan yang baru, agar generasi muda atau pembaca sekarang akan lebih mudah membacanya. Dan, ejaan berbahasa Belanda sedapat mungkin kami terjemahkan dalam catatan kaki,” imbuhnya.
Yang menarik dari buku tersebut adalah kata pengantar dari cucu Sukarjo, Sukmarani Moerkardjono Wirjopranoto. Ia mengatakan bahwa tujuan dari penyusunan dan melahirkan kembali karya Sukarjo Wiryopranoto adalah untuk meningkatkan kesadaran anak bangsa dalam mempelajari, dan memaknai perjalanan para pahlawan bangsa Indonesia yang berjuang di dalam memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.
“Kisah perjalanan di dalam penulisan buku tersebut kiranya dapat membangkitkan semangat nasionalisme anak Bangsa Indonesia. Dengan meningkatkan rasa nasionalisme, anak bangsa Indonesia tetap memupuk semangat dan mampu melanjutkan cita-cita para pahlawan pendiri bangsa. Terima kasih kepada Tjilatjap History yang telah mengobarkan kembali semangat Eyang Sukarjo Wiryopranoto,” tegas Sukmarani.