Dayeuhluhur adalah salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Ada satu keunikan Dayeuhluhur daripada kecamatan lain di Cilacap. Mayoritas warga Dayeuhluhur adalah orang Sunda. Selain soal suku, keunikan daerah tersebut adalah masih adanya mitos yang berlaku.
Salah satu mitos adalah adanya daerah yang terlarang untuk pejabat. Daerah pertama adalah Kampung Cibeubeura di Dusun Cigerang, Desa Cilumping.
Mitosnya adalah adanya larangan bagi pejabat pemerintahan ke daerah itu. Pejabat yang dimaksud adalah dari mulai kepala dusun sampai gubernur, maupun pejabat struktural lainnya. Masyarakat setempat percaya bahwa jika ada pejabat yang tak tulus membangun Cilumping dan hanya menarik simpati, maka akan terkena marabahaya.
Hal lain jika pejabat berperilaku tidak baik dan menganggap remeh peringatan masyarakat setempat juga akan kena marabahaya. Mitos itu membuat pejabat phobia dan tak pernah menginjakkan kaki di Kampung Cibeubeura. Terlebih ada peringatan jika pejabat dilarang masuk ke kampung tersebut.
Ada penanda bahwa mulai area mana pejabat dilarang masuk, yakni di Sungai Cipamali. Biasanya, jika ada acara melewati sungai itu, pejabat memilih mewakilkan kehadirannya.
Hal yang sama juga ada pada salah satu dusun di Desa Panulisan Barat. Pejabat juga dilarang masuk karena dikhawatirkan akan terkena marabahaya. Beberapa pejabat yang melanggar “aturan” itu akhirnya kena dampaknya. Hal itulah yang makin menguatkan mitos tersebut.
Sekadar diketahui, Dayeuhluhur ada di bagian ujung barat Kabupaten Cilacap. Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan Jawa Barat. Suasana Sunda jauh lebih kental daripada suasana Jawa. Dalam keseharian pun mereka berbicara dengan bahasa Sunda.
Dulunya, Dayeuhluhur masuk wilayah Kasunanan Surakarta. Kemudian ada Perang Diponegoro yang mengubah beberapa hal. Kemenangan Belanda dalam Perang Diponegoro dibayar sangat mahal. Sehingga Belanda kehabisan uang.
Karenanya, Belanda membuat siasat. Belanda menilai kemenangannya juga menyelamatkan Surakarta dari ancaman Diponegoro. Pada akhirnya, Surakarta “memberikan” wilayah bagian barat pada Belanda. Salah satu wilayah yang diberikan Surakarta pada Belanda adalah Dayeuhluhur yakni pada 1830. Sebenarnya memang tidak murni memberikan, sebab Belanda juga memberi kompensasi pada Surakarta.
Referensi:
Sujarno, Indra Fibiona, Noor Sulistyobudi; Budaya Spiritual Parahyangan di Tanah Mataram