Banjarnegara, serayunews.com
Sekar Widi Nurasih merupakan warga Banjarnegara yang mulai tertarik dengan pengolahan daun talas sejak beberapa tahun terakhir. Tak tanggung, saat ini permintaan daun talas tidak hanya untuk kebutuhan dalam negeri, tetapi juga hingga ke mancanegara.
Menurutnya, saat ini masyarakat Banjarnegara sudah banyak yang melirik pengolahan daun talas. Hal ini seiring dengan permintaan dari sejumlah negara akan daun talas. Tanaman yang banyak tumbuh di kebun atau hutan itu kini banyak diminati masyarakat Jepang, Australia hingga Amerika, mereka memanfaatkan daun ini sebagai campuran rokok, kosmetik, hingga bahan baku minuman herbal.
“Selama ini, masyarakat hanya memanfaatkan umbinya saja untuk dimakan maupun jadi bahan olahan lain, padahal daun dan batang talas ini sebenarnya masih memiliki nilai ekonomi jika diolah dengan benar,” kata warga Jalan Wijaya Kusuma No 109 B Perum Limbangan Baru Sokanandi, Banjarnegara ini.
Tumbuhan dengan nama latin Colocasia esculenta ini juga diyakini sudah dikonsumsi sejak zaman purba. Bahkan talas dianggap sebagai makanan pokok sebelum manusia mengenal padi. Tak hanya umbinya, daun dan batang talas juga bisa dimakan namun harus diolah dengan benar.
Saat ini, banyak negara yang mengimpor daun dan batang talas asal Indonesia. Bahkan, permintaan olahan daun talas kering bisa mencapai 10 ton dalam sebulan. Untuk harga sendiri berkisar pada Rp 10 hingga 20 ribu per kilogram kering. Jadi daun talas dirajang dan dikeringkan agar punya nilai jual tinggi.
“Kalau basah, harganya sekitar Rp 500 hingga Rp 1000 per kilogram, setelah diolah bisa mencapai Rp 20 ribu kilogram, tergantung kualitas dan bahan olahannya,” katanya.
Dengan selisih harga tersebut, maka saat ini banyak masyarakat yang mulai membudidayakan talas sebagai tanaman tumpangsari. Hasilnya tidak hanya umbi, tetapi juga daun yang bisa dipanen setiap hari.
“Kalau permintaan saat ini cukup tinggi, bahkan saya sendiri sering kehabisan stok bahan baku,” ujar Sekar yang juga pengepul pengolahan daun talas ini.