Ilmu Kepolisian ternyata tak hanya bisa dipelajari oleh jajaran Polri saja, tetapi orang sipil juga bisa mendalaminya. Hanya saja tidak semua orang sipil, tetapi hanya yang lolos seleksi serta mengantongi rekomendasi saja.
Purwokerto, Serayunews.com
Salah satu warga sipil asal Banyumas yang berkesempatan bisa mendalami Ilmu Kepolisian adalah Bangkit Ari Sasongko SH.MH. Aktivis kelahiran 29 Mei 1982 ini merupakan salah satu warga sipil yang beruntung, karena bisa lolos seleksi yang begitu ketat dan mampu mengantongi rekomendasi untuk menempuh pendidikan Ilmu Kepolisian di Universitas Indonesia (UI).
Perlu diketahui, di Indonesia, Ilmu Kepolisian hanya bisa dipelajari pada dua tempat yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan di UI. Sedangkan untuk STIK sendiri hanya diisi oleh jajaran polri saja dan yang menerima peserta didik dari warga sipil hanya jurusan Ilmu Kepolisian UI.
“Saya termasuk beruntung bisa menempuh pendidikan Ilmu Kepolisian di UI, kesempatan yang jarang ada dan diperlukan usaha keras untuk bisa mendapatkan kesempatan tersebut dan dalam satu angkatan yang berasal dari warga sipil hanya satu orang,” kata Bangkit sambil menyebut salah satu instansi yang memberikannya rekomendasi untuk kuliah di UI tersebut.
Bangkit mengaku banyak hal yang diperlajari selama 2,5 tahun menjalani pendidikan. Antara lain hukum progresif, langkah-langkah pemolisian, kajian tentang pola kegiatan cyber dan antisipasinya, cara-cara kepolisian dalam mengambil kebijakan terkait pelayanan publik, inteligen sipil, sosiologi hukum dan lain-lain.
Terkait hukum progresif, Bangkit menjelaskan, tidak semua permasalahan ataupun konflik yang ada di masyarakat harus berujung di pengadilan. Dalam hal ini, peran polisi sebagai jembatan atau pemberi jalan keluar atas konflik yang ada sangat dibutuhkan. Misalnya, dalam kasus persengketaan yang tidak merugikan negara, kasus antar masyarakat yang masih bisa dimediasi, gangguan ketertiban akibat kesalahpahaman dan sejenisnya.
“Hukum itu tidak hanya soal kepastian, tetapi juga keadilan sosial. Sehingga dalam kasus tertentu yang hanya seputar gangguan ketertiban karena kesalahpahaman saja, maka bisa diselesaikan dengan mempertemukan kedua belah pihak. Misalnya kasus pencurian biji kakao atau pencurian sandal bisa diselesaikan dengan hukum progresif, karena muara hukum adalah keadilan sosial,” paparnya.
Sebagaimana diungkapkan mantan Kapolri, Jenderal (purn) Prof.Dr. Awaloedin Djamin, bahwa polri mempunyai banyak peran yang dominan dan urgen, sehingga jika ingin mengubah bangsa ini menjadi lebih baik, maka juga harus mengupdate institusi polri menjadi institusi yang lebih melindungi dan melayani masyarakat. Dalam hal ini, maka dibutuhkan peran warga sipil untuk menciptakan kondisi kebangsaan yang lebih kondusif, memberikan warna serta masukan yang positif.
Salah satu fungsi dari warga sipil yang mengenyam pendidikan Ilmu Kepolisian seperti Bangkit adalah, turut memberi warna tersebut. Pasca menyelesaikan studinya, ia banyak terlibat dalam proses memberikan solusi konflik di masyarakat demi menjaga kamtibmas, riset-riset tentang kebijakan kepolisian, modernisasi pelayanan kepolisian kepada masyarakat dan sejenisnya.
“Jadi kepolisian itu juga sebuah science, banyak negara yang juga sudah memiliki ilmuwan kepolisian dari sipil,” katanya.
Banyak peran yang bisa dijalankan dari ilmuwan kepolisian sipil ini, mulai dari menjadi agen pemolisian masyarakat, mengawal transformasi tradisi keilmuan polisi modern, terlibat dalam kajian pola kegiatan cyber dan antisipasinya, serta yang tidak kalah pentingnya adalah terbangunnya networking dengan jajalan Polri.