Seiring melandainya kasus positif Covid-19, tak ada lagi kebijakan relaksasi pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2). Sehingga, para wajib pajak PBB-P2 tetap kena sanksi ketika melewati jatuh tempo.
Purbalingga, serayunews.com
Berbeda dengan tahun sebelumnya, wajib pajak tidak kena sanksi ketika melakukan pembayaran PBB-P2 jika membayar pajak melebihi jatuh tempo. Kebijakan itu saat masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Relaksasi pada saat masih tinggi kasus dan pandemi Covid-19, karena di tahun 2022 ini tak ada lagi relaksasi jatuh tempo dan denda,” kata Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) Purbalingga, Siswanto, Jumat (24/06/2022).
Untuk saat ini, jatuh tempo terakhir pada 30 September. Tahun 2021 lalu, sempat pelunasan molor sampai Oktober karena ada gangguan di sistem, maka tunggu sampai 2 Oktober.
“Tahun 2022 ini kami terus menggenjot pendapatan dari PBB-P2 agar sebelum jatuh tempo lunas,” ujarnya.
Pada tahun 2022 ini pagu PBB-P2 Kabupaten Purbalingga sebanyak Rp 21,1 miliar. Namun pelunasan baru Rp 5.899.422.000 atau kisaran 28 persen. Harapannya tak sampai 30 September lunas.
“Upaya yang kami lakukan yaitu staf kami keliling sosialisasi di kecamatan dan desa. Lalu mengoptimalkan sosialisasi dan penagihan lewat petugas pajak kecamatan ke desa-desa. Kami juga berencana akan memberi stimulan / penghargaan untuk desa dengan pelunasan PBB-P2 tercepat,” katanya.
Para Kades/Lurah dan juga Camat serta pimpinan OPD telah melakukan koordinasi dengan perangkat dan jajarannya agar semua bisa lunas sebelum 30 September. Ia juga mengingatkan khususnya para ASN agar taat pajak.
Sementara, Kepala Desa Klapasawit Kecamatan Kalimanah, Catur Sutanto mengatakan, kendala yang ada dalam pelunasan biasanya ada rumah-rumah yang kosong atau lama tak berpenghuni. Namun kontak dan komunikasi dengan pemilik terputus. Hingga akhirnya desa harus membayarkan terlebih dulu.
Catur mengaku, di wilayahnya belum semua SPPT tersampaikan kepada wajib pajak. Pihaknya, berupaya segera menyampaikan semua melalui juru tagih dan bantuan Ketua RT untuk menginformasikan.
“Kami berupaya sampai tingkat bawah jemput bola. Biasanya yang belum karena lupa dan karena ada rumah yang lama tidak dihuni,” kata Catur.