SERAYU NEWS – Universitas Gadjah Mada (UGM) menunjukkan ketegasannya dalam menjaga lingkungan akademik yang aman dan bermartabat.
Pada Minggu (6/4/2025), UGM resmi memberhentikan seorang guru besar yang terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah mahasiswi.
Keputusan ini menjadi bukti bahwa UGM tidak mentoleransi perilaku menyimpang, sekaligus memperkuat komitmen kampus dalam menciptakan ruang aman bagi seluruh civitas academica.
Kasus ini mencuat ke publik setelah beberapa mahasiswi memberanikan diri melapor kepada pihak universitas atas perlakuan tidak senonoh dari sang guru besar.
Kemudian, laporan tersebut langsung ditindaklanjuti oleh universitas dengan membentuk tim investigasi independen guna menyelidiki kebenaran tuduhan.
Investigasi berlangsung secara menyeluruh dan menghasilkan bukti kuat yang menunjukkan bahwa pelaku memang bersalah.
Para korban menunjukkan keberanian luar biasa dalam mengungkap kasus ini, di tengah ketakutan akan tekanan sosial maupun akademik.
Dukungan terhadap para penyintas pun terus mengalir dari berbagai pihak, termasuk sesama mahasiswa dan organisasi masyarakat sipil.
Berdasarkan hasil investigasi, UGM mengambil langkah tegas dengan memecat pelaku dari jabatannya sebagai dosen dan guru besar.
Keputusan ini bertujuan untuk menjaga marwah institusi dan memberikan perlindungan serta keadilan bagi para korban.
Pihak universitas menyatakan bahwa tindakan ini bukan hanya sebagai bentuk hukuman, tetapi juga sebagai peringatan keras bagi siapa pun yang mencoba melakukan pelanggaran serupa.
“Universitas tidak mentoleransi segala bentuk kekerasan seksual. Kami akan terus berkomitmen menciptakan lingkungan akademik yang aman, berintegritas, dan menghormati hak semua pihak,” ungkap pihak UGM dalam pernyataan resminya.
Selanjutnya, keputusan UGM tersebut mendapat apresiasi dari berbagai kalangan, termasuk Komnas Perempuan.
Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtyah, menilai langkah tegas ini sebagai bentuk keberanian dan tanggung jawab institusi pendidikan dalam melindungi korban serta menciptakan ruang belajar yang sehat.
UGM berkomitmen untuk memperkuat sistem pencegahan dengan menghadirkan kebijakan yang berpihak pada korban, sistem pelaporan yang mudah diakses, serta edukasi berkala kepada dosen, mahasiswa, dan tenaga pendidik.
Selanjutnya, UGM menyiapkan beberapa langkah lanjutan sebagai berikut.
Dengan tindakan ini, UGM berharap dapat membangun budaya kampus yang inklusif, aman, dan bebas dari pelecehan.
Universitas juga mengajak semua pihak, termasuk mahasiswa, dosen, dan masyarakat, untuk turut serta dalam mengawasi dan mencegah terjadinya kekerasan seksual di lingkungan akademik.
Sinergi antara kebijakan kampus dan kesadaran kolektif menjadi kunci utama dalam menciptakan sistem pendidikan yang sehat dan berkeadilan.***