Peringatan: Konten dalam artikel ini memuat isu kekerasan dan pelecehan seksual yang mungkin menimbulkan trauma atau ketidaknyamanan bagi sebagian pembaca, khususnya para penyintas.
Jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalami kekerasan seksual, segera cari bantuan ke layanan pendampingan terdekat atau hubungi lembaga resmi yang menangani kasus tersebut.
SERAYUNEWS – Kasus dugaan pelecehan seksual di lingkungan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora (FUAH) Universitas Islam Negeri Saifuddin Zuhri (UIN Saizu) Purwokerto mencuat.
Seorang dosen di FUAH UIN Saizu Purwokerto, ZM, disebut-sebut sebagai pelaku pelecehan terhadap sejumlah mahasiswa.
Informasi mengenai kasus tersebut mencuat usai beredarnya pesan di grup alumni IKA SPI UIN Saizu.
Dalam pesan itu disebutkan, pelaku melakukan pelecehan secara verbal hingga fisik kepada beberapa korban.
Dugaan pelecehan terjadi saat pelaku menjalankan perannya sebagai koordinator tim media FUAH yang beranggotakan mahasiswa—mayoritas adalah mahasiswi.
“Korban fisik separah-parahnya satu orang, korban lain beberapa kena verbal… entah dikatakan ‘pa**da*a yang indah’, dikatain m*n**k dan sebagainya,” demikian isi pesan yang tersebar luas di kalangan sivitas akademika UIN Saizu.
Disebutkan pula, pelaku kerap memberikan perintah membuat konten di malam hari atau akhir pekan. Hal ini diduga dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan pelecehan.
Menanggapi hal ini, Dekan FUAH UIN Saizu, Hartono, membenarkan adanya penanganan terhadap kasus tersebut.
Lebih lanjut, ia juga memastikan bahwa pelaku telah dikenai sanksi administratif dari pihak fakultas.
“Fakultas telah memberi sanksi dengan menghentikan semua tugas-tugas yang SK-nya berasal dari Dekan. Sanksi lain menunggu keputusan sidang komisi etik UIN yang akan dilaksanakan 10 Juni,” kata Hartono melalui pesan WhatsApp, Kamis (29/5/2025).
Ia menambahkan, Surat Keputusan (SK) penghentian pelaku dari tugas-tugas kampus sudah terbit dan berada di fakultas.
Sementara itu, Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) PSGA LPPM UIN Saizu, Ida Novianti, menjelaskan laporan kekerasan seksual di kampus ditangani secara berjenjang dan mengikuti mekanisme resmi.
“Pelapor menyampaikan laporan kepada Satgas PPKS bisa langsung atau diwakili, lalu dilakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait—baik pelapor, terlapor, maupun saksi. Setelah itu dilakukan kajian dan rekomendasi,” jelasnya.
Jika laporan terbukti, kasus akan diteruskan kepada rektor untuk kemudian diproses melalui sidang komisi etik. Namun apabila tidak terbukti, nama baik terlapor akan dipulihkan.
Kemudian, tambah Ida, sepanjang tahun 2025 sudah ada lima laporan masuk ke Satgas PPKS. Namun, tidak semua berlanjut ke proses etik.
“Dua pelaku dari luar dan satu kasus bukan kekerasan seksual, tapi perbuatan asusila,” ujarnya.
Pantauan SerayuNews pada Rabu (28/5/2025) lalu, menunjukkan sejumlah poster terpampang di area FUAH.
Salah satunya bertuliskan “Kampus sudah seharusnya nol toleransi terhadap kasus kekerasan seksual.”
Poster-poster tersebut mencerminkan keresahan sekaligus bentuk protes dari sivitas akademika atas kasus tersebut.
Mahasiswa pun menuntut agar UIN Saizu mengambil langkah tegas dan konsisten terhadap pelaku kekerasan seksual, agar kasus serupa tidak terulang.***