
SERAYUNEWS – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) baru-baru ini mengungkap praktik penghindaran pajak ekspor yang dilakukan oleh sejumlah eksportir produk turunan kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO).
Modus yang digunakan terbilang baru dan cukup licik, yaitu dengan menyamarkan produk ekspor mereka sebagai fatty matter, sebuah komoditas yang secara aturan tidak dikenai bea keluar maupun pungutan ekspor.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa produk tersebut sebenarnya bukan murni fatty matter, melainkan hasil oplosan yang tetap mengandung unsur nabati dari CPO.
Dengan kata lain, produk ini masih termasuk kategori yang seharusnya dikenai bea keluar. Aparat pun berhasil menyita 87 kontainer dengan berat bersih mencapai 1.802 ton yang hendak dikirim ke China.
Kasus ini menjadi perhatian serius pemerintah karena dapat merugikan negara sekaligus merusak upaya penguatan hilirisasi industri kelapa sawit dalam negeri. Lalu, apa sebenarnya fatty matter yang dijadikan kedok dalam praktik ekspor ilegal ini?
Fatty matter atau materi lemak adalah istilah yang digunakan untuk menyebut senyawa asam lemak yang dihasilkan dari proses pengolahan minyak nabati, termasuk minyak kelapa sawit.
Menurut laman industri kimia Apollo 24/7, fatty matter umumnya merupakan produk sampingan (by-product) dari proses pemurnian minyak, yang kemudian dimanfaatkan di berbagai sektor industri.
Produk ini memiliki peranan penting dalam industri biodiesel, pembuatan sabun, hingga bahan kimia turunan. Dalam industri sabun misalnya, fatty matter digunakan sebagai bahan dasar pembentuk busa dan pelembap alami.
Selain itu, zat ini juga bisa diolah menjadi bahan pelarut (solvent), bahan pembersih, serta komponen utama untuk berbagai produk kosmetik dan farmasi.
Karena sifatnya yang multifungsi dan bernilai ekonomi tinggi, fatty matter menjadi komoditas yang cukup diminati di pasar global.
Namun, justru di sinilah letak permasalahannya ketika pelaku usaha mencoba memanfaatkan celah peraturan dengan mengelabui klasifikasi produk demi menghindari pungutan ekspor.
Dalam konteks industri sabun, istilah yang sering digunakan adalah Total Fatty Matter (TFM), yaitu ukuran yang menunjukkan kadar total lemak dalam sabun.
Kadar TFM sangat menentukan kualitas sabun. Semakin tinggi kandungan TFM, maka semakin lembut dan melembapkan sabun tersebut.
Menurut The Indian Express, kandungan lemak pada sabun biasanya berasal dari bahan alami seperti asam palmitat, asam stearat, asam oleat, dan natrium oleat. Berdasarkan kadar TFM-nya, sabun dibagi menjadi tiga tingkatan:
Situs perawatan kulit Cureskin menjelaskan bahwa lemak alami dalam sabun memiliki fungsi penting dalam menjaga kelembapan kulit.
Sabun dengan kadar TFM tinggi membantu mempertahankan minyak alami, membuat kulit tetap halus dan tidak mudah kering.
Sebaliknya, sabun dengan kadar TFM rendah cenderung menghilangkan kelembapan alami, menyebabkan kulit terasa kering, gatal, bahkan bisa menimbulkan iritasi.
Meskipun pada dasarnya fatty matter memiliki manfaat besar dalam industri kimia dan perawatan tubuh, penyalahgunaannya dalam praktik ekspor ilegal jelas merugikan negara.
Pemerintah diharapkan memperketat pengawasan terhadap klasifikasi ekspor produk turunan kelapa sawit, agar tidak ada lagi pelaku usaha yang mencoba memanipulasi jenis produk demi keuntungan pribadi.
Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa pengawasan industri hilir sawit harus berjalan seimbang dengan upaya peningkatan nilai tambah dalam negeri.
Dengan langkah tegas dan sistem yang transparan, Indonesia bisa memastikan bahwa sumber daya alamnya dimanfaatkan dengan adil, legal, dan berkelanjutan.***