SERAYUNEWS- Satu hari setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan progresif yang mengubah aturan Pilkada pada Selasa (20/8/2024), secara mendadak Badan Legislatif (Baleg) DPR RI bersama pemerintah membahas revisi Undang-undang Pilkada pada hari ini, Rabu (21/8/2024).
Ada dua putusan MK terkait Pilkada yakni putusan nomor 60 dan putusan 70. Putusan 60 terkait ambang batas parpol untuk mengusung calon kepala daerah. Kemudian, putusan 70 terkait batas minimal usia calon kepala daerah.
Terhadap Putusan 60, Baleg tidak menerapkan seluruh putusan MK. Tapi, mengkompilasi putusan MK dengan aturan yang sebelumnya ada.
Putusan MK yang memperbolehkan partai tetap bisa mengajukan calon Kepala Daerah walau tidak memiliki kursi di DPRD, dikembalikan lagi oleh Baleg.
Jadi, partai yang memiliki kursi di DPRD tetap harus memenuhi ambang batas 20 persen. Kemudian, partai yang tidak memiliki kursi di DPRD tetap boleh mengajukan calon sesuai dengan putusan MK.
Terhadap putusan 70, terkait batas usia calon kepala daerah, Baleg DPR mengacu putusan Mahkamah Agung Nomor 23 P/HUM/2024 pada 29 Mei 2024, bukan Putusan Mahkamah Konstitusi.
Putusan MA menyebut calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun saat pelantikan. Kemudian, dalam putusan MK, batas minimal usia calon kepala daerah adalah minimal berusia 30 tahun saat penetapan sebagai calon. Artinya, ini sebelum pelantikan .
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna menyebut tindakan Baleg DPR ini sebagai pembangkangan.
“Cara ini, buat saya pribadi, adalah pembangkangan secara telanjang terhadap putusan pengadilan, c.q. MK, yang oleh UUD diberi kewenangan untuk menjaga Konstitusi (UUD 1945),” kata Palguna kepada wartawan, Rabu (21/8/2024).
Palguna mengatakan putusan MK tersebut bersifat final dan mengikat, serta berlaku bagi semua pihak (erga omnes). Karena itu, Palguna meyakini Indonesia saat ini di mata dunia akan menjadi bahan olok-olok. Menurutnya, pembangkangan konstitusi itu sangat memalukan.
“Dalam konteks demokrasi, saat ini dunia sedang menempatkan kita sebagai bahan olok olok paling memalukan,” ujarnya.
Palguna mengatakan selama ini belum pernah mendengar ada negara yang mengaku demokratis, tetapi membangkan konstitusi.
“Mungkin saya “kuper”, saya belum pernah mendengar ada negara yang mengaku negara demokratis dan mengusung rule of law namun langsung membangkang putusan pengawal konstitusinya hanya karena kepentingan politik,” katanya.
Menurut Palguna, para pelanggar konstitusi itu suatu saat akan rakyat adili.
“Rakyat dan waktu yang akan mengadilinya,” ujarnya dengan mantap.***(Kalingga Zaman)