SERAYUNEWS– Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli merupakan peristiwa bersejarah bangsa ini. Saat itu rezim Orde Baru Soeharto melakukan penggembosan legitimasi di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Peristiwa Kudatuli 27 Juli 1996 terjadi saat perebutan kantor DPP PDI antara massa dari kubu Megawati Soekarnoputri dengan massa dari kubu Soerjadi. Saat itu, rezim Orba konon mendorong massa pro Soerjadi untuk melakukan penyerangan.
Tindak kekerasan negara pun terjadi. Hasil investigasi Komnas HAM terhadap peristiwa Kudatuli, 9 orang meninggal, 149 orang mengalami luka-luka, dan 23 orang hilang.
Sementara itu, Komnas HAM menilai dalam Kudatuli telah terjadi enam wujud pelanggaran HAM oleh berbagai pihak.
Keenam pelanggaran itu meliputi, asas kebebasan berkumpul dan berserikat, pelanggaran asas kebebasan dari rasa takut, pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan keji dan tidak manusiawi, pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia, serta pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Selanjutnya, Kudatuli sempat mendapat rekomendasi masuk dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang mengalami penyelesaian secara non Yudisial oleh pemerintahan Jokowi.
Namun, Kudatuli tidak termasuk dalam 12 peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu yang pemerintah akui saat ini.
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Atnike Nova Sigiro mengatakan pihaknya tengah menyelesaikan kajian peristiwa ini. Jika sudah selesai, pihaknya akan membawa ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Dalam tempo yang tidak terlalu lama, (harapannya) kajiannya sudah selesai. Tetapi itu belum dibahas dan finalkan di tingkat paripurna,” kata Atnike dalam keterangannya di Jakarta, Jumat 26 Juli 2024.
Dia menegaskan bahwa Komnas HAM serius dalam menggarap kajian ini, meskipun peristiwa penyerangan tersebut terjadi 28 tahun yang lalu.
“Kami berkomitmen serius dalam mengerjakan kajian ini serta dalam menentukan langkah-langkah ke depan yang akan diambil oleh Komnas HAM,” ujarnya. ***(Kalingga Zaman)