SERAYUNEWS– Kenaikan pajak hiburan minimal 40% dinilai sejumlah pihak memberatkan. Terutama bagi pengusaha hiburan termasuk perhotelan dan usaha lainnya yang memiliki fasilitas hiburan.
Kenaikan pajak hiburan ini, sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Merujuk Pasal 58 ayat 2, khusus tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap atau spa ditetapkan paling rendah 40% dan paling tinggi 75%.
Ketua PHRI Cilacap Amin Suwanto menyampaikan, bahwa kenaikan pajak hiburan hingga lebih dari 40% dinilainya memberatkan pengusaha. Meskipun pihaknya belum menerima surat pemberitahuan resmi. Namun pihaknya mempertanyakan soal kenaikan yang cukup besar tersebut di tengah ekonomi yang belum pulih pasca Covid-19.
“Memang secara resmi kita belum mendapat suratnya, kenapa naik? sementara kita juga keteteran nyari konsumennya. Ini saja masih kembang kempis karena ekonomi juga belum baik-baik saja,” ujarnya, Kamis (18/1/2024).
Lebih lanjut, Amin menyampaikan, bahwa dengan naiknya pajak, otomatis akan mempengaruhi harga penawaran kepada konsumen yang jadi lebih tinggi. Sehingga dapat memicu sepinya konsumen.
“Kalau kita jual harga tinggi semakin lari konsumen, kalau nilai pajaknya lebih tinggi otomatis akan pengaruhi nilai jual. Otomatis orang-orang yang akan berkunjung bisa jadi berkurang kecuali pertumbuhan ekonomi sudah bagus,” ujar Amin.
Terkait hal itu, ia pun mendorong kepada pemerintah supaya lebih banyak mengambil peran. Harapannya, agar sektor hiburan dan sebagainya terus meningkat.
“Mendorongnya banyak event, dan pemerintah juga mengambil peran agar sektor lain menerima manfaatnya. UMKM, perhotelan dan kebudayaan bisa masuk di dalamnya,” tandasnya.
Selain itu, sejumlah pihak juga menilai jika kenaikan pajak memberatkan para pengusaha. Kebijakan itu, dapat berdampak kepada pekerja di dalamnya yang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK), hingga usaha yang gulung tikar.
Di beberapa tempat lain, kebijakan kenaikan pajak tersebut juga dikeluhkan penguasa. Apalagi kondisi ekonomi saat ini belum benar-benar stabil pasca Covid-19.