SERAYUNEWS– Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mendorong pemerintah daerah melibatkan peran aktif masyarakat, dalam upaya penanggulangan terjadinya gangguan dan penyakit pernapasan. Hal itu imbas polusi udara di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang kian memprihatinkan.
Polusi udara merupakan isu yang bersifat lintas batas (transboundary) yang berarti tidak mengenal batasan waktu, lokasi, dan generasi. Sehingga, sekalipun kini polusi udara memprihatinkan di Jabodetabek, daerah lain perlu mengantisipasi. Maka, penanganan polusi udara membutuhkan koordinasi antar pemangku kepentingan baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, termasuk masyarakat.
Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor: HK.02.02/C/3628/2023 tentang Penanggulangan Dampak Polusi Udara Bagi Kesehatan. Surat Edaran ini ditujukan kepada dinas kesehatan provinsi, kabupaten/kota, direktur rumah sakit, kantor Kesehatan Pelabuhan, B/BTKLPP, dan puskesmas.
Berdasarkan keterangan di laman resmi Kemenkes, berbagai upaya antara lain:
Pertama, mengedukasi masyarakat melalui kampanye di berbagai media. Kampanye terkait dampak polusi udara terhadap Kesehatan berupa penyakit yang bersifat akut (jangka pendek) hingga kronis (jangka Panjang).
Penyakit akut di antaranya iritasi mukosa, iritasi saluran pernapasan, peningkatan ISPA, peningkatan serangan ASMA dan PPOK. Lalu, peningkatan serangan jantung, resiko keracunan gas toksik.
Sedangkan penyakit kronis di antaranya hiperaktivitas bronkus, reaksi alergi, reaksi asma, risiko PPOK. Lalu, Risiko penyakit jantung dan pembuluh darah, risiko kanker, risiko stunting.
Kedua, mendorong peningkatan kewaspadaan masyarakat dalam hal terdapat peringatan dini berdasarkan hasil pemantauan kualitas udara. Pantauan secara realtime yang bersumber resmi dari pihak yang berwenang.
Ketiga, mendorong kepada pemerintah daerah untuk mengimplementasikan Strategi Peningkatan Kualitas Udara dan Pengelolaan Dampak Kesehatan. Mulai dari menerapkan protokol kesehatan 6M + 1S, membuat sistem peringatan dini kepada masyarakat saat polusi udara tinggi.
Selain itu meningkatkan upaya surveilans, identifikasi, dan intervensi dini serta Health Risk Assessment. Kemudian, penanganan kasus komprehensif di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes).
Keempat, menyiapkan Fasyankes tingkat pertama dan tingkat lanjutan serta bekerja sama dengan stakeholder terkait lainnya. Kerja sama khususnya dalam penanganan keluhan/gangguan kesehatan masyarakat akibat polusi udara.
Kelima, mendorong peningkatan peran serta masyarakat dalam menanggulangi dampak kesehatan akibat polusi udara melalui penerapan Protokol Kesehatan 6M + 1S. Khususnya terhadap populasi rentan seperti anak, ibu hamil, orang dengan komorbid (penyakit penyerta), dan lanjut usia.
Keenam, memastikan ketersediaan masker di setiap daerah dalam memproteksi polusi udara khususnya masker yang dapat memfiltrasi polusi udara khususnya PM2,5.
Ketujuh, melaksanakan pemantauan kualitas udara serta pencegahan dan pengendalian peningkatan kasus yang ditemukan. Kemudian, melaporkan hasilnya kepada Direktur Jenderal P2P melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR).
Laporan bisa pada menu EBS melalui link https://skdr.surveilans.