SERAYUNEWS– Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan tanggapan resmi mengenai Badan Legislasi (Baleg) DPR melakukan Revisi Undang-Undang Pilkada, usai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Jokowi menyikapi santai Putusan MK mengubah syarat ambang batas pencalonan Pilkada dan respons Baleg DPR yang membahas Revisi UU Pilkada. Menurutnya, hal tersebut sebagai proses konstitusional biasa.
“Kita hormati kewenangan dan keputusan dari masing-masing lembaga negara,” ungkap Presiden Jokowi dalam keterangan di Kanal YouTube Sekretariat Presiden pada Rabu (21/8/2024).
Presiden Jokowi menegaskan pentingnya menghargai proses yang berlangsung di masing-masing lembaga untuk memastikan kebijakan yang dihasilkan sesuai dengan prinsip demokrasi dan konstitusi.
Selain menghormati putusan lembaga peradilan tertinggi tersebut, Presiden Jokowi juga menyebut proses dan dinamika yang sedang berlangsung merupakan hal yang biasa terjadi dalam sistem demokrasi di Indonesia.
“Ini adalah bagian dari proses konstitusional yang biasa terjadi di lembaga-lembaga yang kita miliki,” beber Mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Keputusan MK yang baru-baru ini diumumkan mengubah beberapa syarat pencalonan dalam Pilkada. Salah satunya adalah syarat 20 persen kursi bagi parpol atau gabungan parpol untuk mengusung calon di Pilkada berubah. Perubahannya adalah parpol atau gabungan parpol bisa mengusung calon di Pilkada berdasarkan suara di pileg dikaitkan dengan daftar pemilih tetap.
MK membuat regulasi berjenjang untuk syarat tersebut. Salah satu contoh syaratnya adalah daerah dengan daftar pemilih lebih dari 12 juta, maka syarat parpol atau gabungan parpol untuk mengusung calon adalah memiliki suara minimal 6,5 persen di pileg terakhir. Angka 6,5 persen diambil dari total daftar pemilih tetap.
Jika Jawa Tengah memiliki daftar pemilih 28 juta, maka syarat parpol atau gabungan parpol agar bisa mengusung calon di Pilkada adalah memiliki suara minimal 1,8 juta di pileg terakhir.
Syarat yang MK buat itu tentu saja memudahkan parpol. Namun, di sisi lain, setelah MK membuat putusan, DPR bereaksi dengan merevisi UU Pilkada. Naga-naganya, revisi UU Pilkada oleh DPR tak sejalan dengan putusan MK.