SERAYUNEWS– Ramai menjadi perbincangan publik Presiden Prabowo Subianto terang-terangan memberikan dukungan kepada pasangan calon Ahmad Luthfi dan Taj Yasin dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Jawa Tengah. Prabowo juga meminta masyarakat Jawa Tengah memilih Paslon Luthfi-Gus Yasin.
Pengamat Politik Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Ahmad Sabiq menyampaikan pandangannya, terkait sikap Presiden Prabowo yang terang-terangan mendukung pasangan Luthfi dan Gus Yasin dalam kontestasi Pemilihan Gubernur Jawa Tengah.
Menurut Ahmad Sabiq, keputusan tersebut memiliki implikasi yang tidak hanya dilihat dari aspek logis, tetapi juga dari perspektif etis dan estetis. Dari segi logika politik, dukungan Presiden Prabowo kepada kandidat yang dia yakini dapat bekerja sama dengan pemerintah pusat adalah langkah yang dapat dipahami.
“Dalam konteks kepemimpinan negara, standar tindakan seorang pemimpin seharusnya jauh lebih tinggi dari sekedar logis, tetapi juga etis dan estetis. Dalam kasus dukungan Presiden Prabowo kepada pasangan Ahmad Luthfi dan Taj Yasin untuk Pilgub Jawa Tengah, dari sudut pandang logis tindakan tersebut masuk akal untuk tujuan kemenangan politik,” ujarnya, Senin (11/11/2024).
Menurut Kepala Laboratorium Ilmu Politik FISIP Unsoed itu, hal itu masih bisa disamarkan dengan embel-embel menyerasikan kebijakan pusat dan daerah. Pemimpin daerah yang Prabowo dukung akan lebih mudah bekerja sama dengan pemerintah pusat, sehingga program-program pemerintah bisa diimplementasikan lebih lancar di Jawa Tengah. “Ini cukup logis,” ujarnya.
Namun, lanjut dia, apakah tindakan ini etis? Ahmad Sabiq menekankan bahwa tindakan seorang pemimpin negara tidak hanya dinilai dari logikanya saja, tetapi juga dari segi etika. Dalam konteks etika politik, presiden seharusnya tidak menempatkan kepentingan pribadi atau kelompoknya di atas kepentingan rakyat.
“Etika politik menuntut pemimpin negara untuk tidak menempatkan kepentingan pribadi atau kelompoknya di atas kepentingan bangsa. Dukungan presiden kepada kandidat tertentu dalam pemilihan daerah bisa menimbulkan kesan bahwa ia lebih berpihak kepada kelompok atau partai tertentu, yang pada gilirannya dapat merusak kepercayaan publik terhadap netralitas institusi kepresidenan,” jelasnya.
Dia menjelaskan, sebagai Kepala Negara, Presiden Prabowo semestinya memberi teladan dalam menjaga jarak dan tidak menggunakan jabatan publiknya untuk memengaruhi pilihan politik rakyat dalam ranah daerah.
Hal ini karena keputusan tersebut dapat menimbulkan tanda tanya tentang apakah presiden benar-benar bertindak demi kepentingan umum atau demi kepentingan politik kelompoknya.
Sementara dari perspektif estetika politik, Ahmad Sabiq juga menilai bahwa langkah presiden ini terlihat kurang elegan di mata publik. “Estetika dalam politik berkaitan dengan nilai-nilai keindahan dan ketepatan yang diharapkan publik dari seorang pemimpin,” beber dia.
Keterlibatan langsung seorang presiden dalam pemilihan gubernur dapat dinilai kurang berkelas dan tidak mencerminkan citra kepresidenan sebagai lembaga yang seharusnya mengayomi seluruh rakyat. Alih-alih menunjukkan netralitas, tindakan tersebut malah terlihat partisan dan tidak sesuai dengan kepatutan seorang kepala negara,” paparnya.
“Langkah seorang presiden yang tampak turun tangan secara langsung dalam pemilihan gubernur mungkin dipandang sebagai tindakan yang kurang cantik alias tidak elegan dan bisa merusak citra kepresidenan sebagai lembaga yang mengayomi seluruh rakyat,” beber dia.
Dengan demikian, lanjut Ahmad Sabiq, alih-alih memberi kesan sebagai pemimpin negara yang netral, tindakan tersebut justru bisa terlihat partisan dan tidak mencerminkan keindahan atau kepatutan dalam etika politik seorang kepala negara.