
SERAYUNEWS – Isu internal di tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama atau PBNU tengah memanas. Simak profil Yahya Cholil Staquf.
Pasalnya, Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, kini menjadi sorotan nasional setelah muncul desakan agar dirinya mundur dari jabatan.
Situasi ini berkembang cepat setelah Rapat Harian Syuriyah PBNU digelar di sebuah hotel di Jakarta pada Kamis 20 November 2025.
Keputusan rapat tersebut menyatakan bahwa Gus Yahya diminta untuk mengundurkan diri dalam waktu tiga hari.
Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, yang memimpin jalannya rapat, menegaskan bahwa desakan tersebut bersifat resmi.
“KH Yahya Cholil Staquf diminta mengundurkan diri jabatan sebagai Ketua PBNU dalam waktu tiga hari,” terangnya.
Keputusan itu mulai berlaku sejak risalah rapat diterima oleh Gus Yahya.
Jika dalam tiga hari tidak ada pernyataan pengunduran diri, maka Rapat Harian Syuriyah PBNU sepakat untuk memberhentikan Gus Yahya dari jabatan Ketua Umum.
Hingga kini, belum ada pernyataan langsung dari Gus Yahya mengenai desakan tersebut.
Namun dinamika internal PBNU ini sudah memicu perdebatan luas di tengah warga Nahdliyin maupun publik nasional.
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar desakan pengunduran diri ini.
Salah satu yang paling mencuat adalah terkait pemanggilan narasumber dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Kaderisasi Tingkat Tinggi Nahdlatul Ulama atau AKN NU.
Narasumber tersebut disebut memiliki keterkaitan dengan jaringan Zionisme Internasional.
Pemanggilan nama tersebut dianggap tidak sejalan dengan Maqashidul Qanun Asasi NU serta arah perjuangan PBNU dalam membela nilai kemanusiaan.
Situasi ini menjadi semakin serius karena pemanggilan narasumber tersebut dilakukan pada saat dunia internasional tengah mengecam tindakan Israel yang disebut sebagai praktik genosida.
Dalam kondisi tersebut, sejumlah kalangan menilai bahwa langkah menghadirkan narasumber yang diduga terkait jaringan Zionisme menjadi tindakan yang mencoreng nama baik organisasi.
Rapat Harian Syuriyah juga menilai bahwa pelaksanaan AKN NU melanggar ketentuan Pasal 8 huruf a Peraturan Perkumpulan NU Nomor 13 Tahun 2025.
Ketentuan tersebut mengatur bahwa pemberhentian tidak dengan hormat bisa diberlakukan kepada fungsionaris yang dianggap melakukan tindakan yang mencemarkan nama baik perkumpulan.
Selain kontroversi narasumber AKN NU, tata kelola keuangan organisasi juga disebut sebagai alasan lain.
Rapat menilai bahwa beberapa praktik pengelolaan perlu ditinjau ulang agar selaras dengan hukum syara, regulasi negara, dan Anggaran Rumah Tangga NU.
Penilaian ini menjadi bagian dari evaluasi menyeluruh yang kemudian memperkuat desakan agar Gus Yahya mengundurkan diri.
Rapat Harian Syuriyah PBNU yang berlangsung pada 20 November 2025 menghasilkan risalah resmi yang ditandatangani oleh Rais Aam KH Miftachul Akhyar.
Dalam risalah tersebut termuat keputusan bahwa Gus Yahya diberi waktu tiga hari untuk menyampaikan pernyataan mundur.
Jika dalam batas waktu yang telah ditentukan tidak ada keputusan dari beliau, maka rapat memutuskan untuk memberhentikannya sebagai Ketua Umum PBNU.
Keputusan ini menandai salah satu dinamika internal terbesar yang terjadi di tubuh PBNU dalam beberapa tahun terakhir.
Meski demikian, perlu dicatat bahwa hingga hari ini belum ada keterangan resmi dari pihak Gus Yahya sendiri mengenai sikapnya terhadap keputusan rapat tersebut.
Situasi ini membuat publik terus menunggu perkembangan lebih lanjut.
Di balik kontroversi yang sedang berlangsung, figur Gus Yahya sebenarnya dikenal sebagai ulama yang memiliki latar belakang keilmuan mendalam serta rekam jejak panjang di dunia organisasi.
Lahir pada 16 Februari 1966 di Rembang, Jawa Tengah, ia tumbuh dalam tradisi keluarga pesantren yang kuat dalam pendidikan agama dan pemikiran Islam.
Ia merupakan putra ulama karismatik KH M Cholil Bisri, keponakan KH A Mustofa Bisri atau Gus Mus, dan kakak kandung dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Lingkungan keluarga ini menempatkan Gus Yahya dalam tradisi keilmuan pesantren sejak kecil.
Pendidikan formal maupun nonformal Gus Yahya juga memperlihatkan akarnya pada tradisi pesantren.
Ia menempuh pendidikan di Madrasah Al Munawwir Krapyak di bawah bimbingan KH Ali Maksum, salah satu tokoh besar dalam dunia pesantren.
Ia kemudian melanjutkan pendidikan formal hingga SMA Negeri 1 Yogyakarta.
Selepas itu, ia menempuh studi di Jurusan Sosiologi FISIPOL Universitas Gadjah Mada sambil aktif dalam berbagai organisasi mahasiswa.
Pada tahun 1986 hingga 1987, ia pernah menjabat sebagai Ketua Umum Komisariat FISIPOL UGM HMI Cabang Yogyakarta.
Keterlibatannya dalam dunia aktivisme kampus inilah yang kelak membentuk kapasitas kepemimpinannya dalam organisasi besar seperti PBNU.
Perjalanan panjang Gus Yahya di PBNU bermula sejak lama. Ia menjabat sebagai Katib Aam PBNU pada periode 2015 sampai 2020.
Kemudian pada Muktamar ke-34 di Lampung, ia mendapatkan mandat untuk memimpin PBNU sebagai Ketua Umum masa khidmat 2022 sampai 2027.
Keputusan tersebut membuatnya menggantikan Prof KH Said Aqil Siroj yang sebelumnya menjabat selama dua periode.
Meski kini posisinya sedang menjadi sorotan, jasa dan peran Gus Yahya dalam membangun organisasi tetap tidak dapat dihapus begitu saja.
Ia dikenal sebagai sosok yang mendorong banyak pembaruan di tubuh PBNU, termasuk dalam penguatan kaderisasi serta penataan struktur organisasi.
Situasi yang terjadi di internal PBNU ini menjadi salah satu perbincangan paling ramai di akhir November 2025.
Desakan mundur terhadap Gus Yahya dipicu oleh sejumlah pertimbangan mulai dari pemanggilan narasumber kontroversial hingga evaluasi terhadap tata kelola organisasi.
Namun sampai detik ini, keputusan akhir masih berada di tangan Gus Yahya.
Publik dan warga NU menunggu apakah ia akan memilih untuk mundur atau tetap mempertahankan amanahnya sebagai Ketua Umum PBNU.***