
SERAYUNEWS – Dalam sistem peradilan Indonesia, perkara masyarakat tidak ditangani dalam satu lembaga saja.
Pengadilan memiliki pembagian kewenangan sesuai bidang hukumnya. Dua pengadilan yang paling sering menangani kasus sehari-hari adalah Pengadilan Agama (PA) dan Pengadilan Negeri (PN).
Keduanya memiliki fungsi serta dasar hukum berbeda, sehingga masyarakat perlu memahami jalur hukum mana yang tepat untuk kasus yang mereka hadapi.
Pengadilan Agama berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara bagi masyarakat beragama Islam dalam bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infak, shadaqah, hingga ekonomi syariah.
Dasar hukumnya terdapat pada Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
Tahapan penyelesaian perkara di Pengadilan Agama biasanya dimulai dari pengajuan gugatan atau permohonan ke PA sesuai domisili tergugat. Setelah itu, panitera melakukan pemeriksaan administratif untuk memastikan kelengkapan berkas.
Perkara kemudian masuk ke persidangan dan wajib menjalani proses mediasi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2016.
Jika upaya damai melalui mediasi gagal, sidang dilanjutkan pada pemeriksaan pokok perkara, termasuk mendengar keterangan para pihak dan saksi. Majelis hakim kemudian menjatuhkan putusan.
Seorang warga bernama Ahmad menggugat sebuah lembaga amil zakat yang dianggap tidak menyalurkan zakat sesuai ketentuan syariah.
Ahmad merasa haknya sebagai mustahik dilanggar. Majelis hakim memeriksa bukti penyaluran zakat dan keterangan lembaga amil zakat tersebut, lalu memutus bahwa dana zakat harus dikembalikan kepada penerima yang berhak.
Contoh ini menunjukkan bahwa Pengadilan Agama tidak hanya terkait perkara rumah tangga, tetapi juga menangani persoalan keuangan syariah dan pengelolaan zakat.
Berbeda dengan PA, Pengadilan Negeri menangani perkara perdata umum dan pidana umum berdasarkan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Untuk kasus perdata, penggugat mengajukan surat gugatan ke kepaniteraan PN. Setelah itu, majelis hakim ditunjuk dan para pihak dipanggil ke persidangan. Sebelum masuk pemeriksaan pokok perkara, mediasi juga diwajibkan.
Pada perkara pidana, alurnya berbeda. Berkas perkara dari penyidik diserahkan ke jaksa, lalu diteruskan ke PN untuk disidangkan.
Setelah mendengar keterangan saksi, terdakwa, dan memeriksa alat bukti, hakim memberikan putusan berupa hukuman, pembebasan, atau ganti rugi sesuai fakta persidangan.
Seorang pengusaha bernama Budi menggugat rekan bisnisnya karena wanprestasi dalam kerja sama pembangunan ruko.
Meskipun Budi sudah membayar modal sesuai perjanjian, pihak tergugat tidak menjalankan kewajibannya. Kasus ini masuk PN karena berkaitan dengan perdata umum.
Mediasi gagal menghasilkan kesepakatan, sehingga majelis hakim memutus pihak tergugat harus mengembalikan dana investasi dan membayar ganti rugi sesuai kerugian yang ditimbulkan.
Berdasarkan dua contoh tersebut, perbedaan utama PA dan PN terletak pada jenis perkara dan subjek hukumnya.
Pengadilan Agama menangani perkara yang berkaitan dengan umat Islam, terutama hukum keluarga dan ekonomi syariah. Sementara itu, Pengadilan Negeri menangani perkara umum, baik pidana maupun perdata.
Meski berbeda kewenangan, kedua pengadilan menerapkan asas keadilan, keterbukaan, serta mediasi sebagai upaya penyelesaian damai sebelum putusan akhir dijatuhkan.
Dengan memahami mekanisme ini, masyarakat dapat memilih jalur hukum yang tepat ketika menghadapi persoalan.