SERAYUNEWS – Ribuan penari melenggok seirama, menyibakkan selendang yang terikat di pinggang di GOR Satria, Purwokerto, pada Sabtu (22/06/2024).
Di tengah rampak ribuan gerak, sepasang manten menggunakan kebaya beludru melenggang anggun. Keduanya melakoni peran bak raja dan ratu lengger, menjadi pusat bingar acara.
Siapakah si jelita ratu pada malam Banyumas 10.0000 Lengger Bicara? Ternyata, ia adalah dara yang tidak asing di dunia seni budaya Banyumasan, yakni Nabilah Nurul Amalia.
Di balik kebaya manten beludru dengan riasan sanggul yang indah, Nabilah masuk ke panggung dengan iringan bendrong kulon yang menggema.
Nabilah, yang mendapatkan rekomendasi dari Paguyuban Kakang Mbekayu Banyumas (PAKEMAS), dengan bangga menceritakan bagaimana dia terpilih untuk tampil di acara tersebut.
“Saya mendapatkan rekomendasi dari PAKEMAS,” ungkapnya, sembari mengenang masa-masa persiapan yang penuh dengan tantangan.
Nabilah tidak main-main dalam persiapannya. Selama seminggu, dia harus melakoni latihan koreografer. Lalu, dia berlatih bersama pemusik selama dua hari, termasuk gladi kotor dan gladi resik.
Dia melakukan seluruh rangkaian persiapan dengan penuh dedikasi, menunjukkan betapa Nabilah serius dalam menekuni seni.
Mulanya, Nabilah mengaku tidak tertarik dengan dunia seni pedhalangan. Bahkan, dia menyebut tidak pernah terbesit sedikitpun untuk menjadi dhalang.
Padahal, darah seni mengalir deras di tubuhnya, yakni, dari sang ayah yang bernama Yuswiadi atau lebih dikenal dengan nama panggung Jayus Siswo Carito.
Beliau merupakan seorang dalang senior di Banyumas. Barulah pada 2019 saat menjadi mahasiswa, dia memutuskan bergelut di dunia pedhalangan.
“Dunia seni menjadi makanan sehari-hari saya sedari kecil, tapi emang nggak pernah kepikiran untuk jadi dhalang. Terjun di dunia seni pun baru di tahun 2019 saat kuliah,” tutur Nabilah.
Saat itu, dara mungil kelahiran Ajibarang, Banyumas tersebut yang tercatat masih menjadi mahasiswa UIN SAIZU, Purwokerto, memulai perjalanannya menjadi seorang dhalang.
Nabilah pun mengenang betapa beratnya latihan pertama menjadi seorang dalang. Luar biasa capek, katanya, lantaran itu menguras tenaga.
“Semua organ tubuh bergerak, dari mata, tangan, mulut, telinga, hingga kaki yang harus jalan membunyikan kecrek. Ibarat jantungnya wayangan, kalau kecrek tidak bunyi wayangan seraya tidak hidup,” paparnya.
Namun, siapa sangka, kini perempuan berusia 23 tahun tersebut menjadi salah satu dari segelintir generasi muda pewaris seni budaya Banyumas.
Dia mulai menyadari, banyak anak muda yang kolot dan menganggap mistis. Pada akhirnya, kata Nabila, membuat anak muda ogah mengulik budaya sendiri.
“Alasan saya tertarik selain karena saya hidup di keluarga seni, karena memang anak muda jaman sekarang kolot akan budaya sendiri. Masih sering disangkut pautkan dengan hal mistis. Yang pada akhirnya membuat para muda-mudi ini lebih memilih untuk tidak ingin tahu dengan budaya sendiri,” jelasnya dengan rinci.
Nabilah yang menjadikan Sungging Suharto sebagai dhalang favorit, mengaku dalam proses kreatif pertunjukan wayang tidak bisa asal-asalan.
Sebelum pagelaran wayang mulai, kata Nabilah, ada latihan 1-2 kali untuk menyinkronkan musik garapan. Pasalnya, ketika selalu menggunakan musik lawas, penonton bakal merasa bosan.
“Jadi kreatifitas kita selalu membuat musik garapan yang memang sudah dibumbui dengan musik-musik modern, biar penonton banyak yang suka dan juga nggak gampang bosen,” terangnya.
Sementara untuk cerita, Nabilah mengaku masih dibantu oleh para senior. Sembari mempelajari naskah, dia juga wajib melakukan improvisasi.
Selama pagelaran wayang, Nabilah kerap memberikan pesan khusus, yakni mengajak para generasi muda untuk tidak melupakan budaya sendiri.
“Ayo kita ngurip-uripi budaya kita khususnya budaya banyumasan karena memiliki keunikan tersendiri dari budaya Jawa yang lain, dan kalau bukan kita siapa lagi,” katanya.
Pasalnya, menurut Nabilah, Banyumas tidak hanya terkenal dengan 1000 curug. Namun, ada beragam budaya yang mesti dicintai, seperti lengser, calung banyumasan, wayang kulit gagrag banyumasan, dan lainnya.
Bahkan, Nabilah pun menyebut dhalang dan sindhen di banyumas memiliki keunikan tersendiri, mulai dari bentuknya yang lebih berat dan musik iringan yang unik.
“Identitas banyumas pun sudah sangat jelas digambarkan dengan icon wayang bawor yang menggambarkan masyarakat banyumas jujur dan cablaka,” pungkasnya.
Selama pentas yang Nabilah lakoni, dia bahkan pernah satu panggung dengan budayawan beken, Sujiwo Tejo. Dia jadi salah satu tim paduan suara mengiringi Presiden Jancukers bernyanyi.*** (Umi Uswatun Hasanah)