
SERAYUNEWS – Bencana banjir bandang dan longsor yang kembali melanda sejumlah wilayah di Sumatra memicu perhatian publik. Siapa pemilik PT Toba Pulp Lestari?
Situasi ini memanas setelah berbagai unggahan di media sosial menyinggung dugaan kerusakan ekologis akibat aktivitas pembalakan hutan.
Salah satu perusahaan yang paling disorot adalah PT Toba Pulp Lestari (TPL), perusahaan produsen bubur kertas yang operasinya telah lama menuai kontroversi.
Isu ini meledak setelah beredarnya surat edaran dari Bupati Tapanuli Utara yang viral di media sosial.
Publik langsung mengaitkan surat itu dengan dugaan pembalakan yang dianggap memperparah kondisi alam dan menjadi salah satu faktor pemicu bencana di wilayah tersebut.
Akun Thread @djordyputera pada 30 November 2025 mengunggah tangkapan layar surat bernomor 600.4.8.5/3584/34/2025.
Dalam surat tersebut, Bupati Tapanuli Utara mengimbau para camat dan kepala desa untuk tidak menerbitkan rekomendasi bagi kegiatan Perkebunan Kayu Rakyat (PKR) yang selama ini bekerja sama dengan PT TPL.
Unggahan itu disertai komentar keras:
“Kami dukung Bupati @kabupatentapanuliutara untuk menghentikan pembalakan oleh PT Toba Pulp Lestari. Daripada @kemenhut yang suka main domino bersama tersangka pembalakan liar.”
Surat tersebut memuat tiga poin penting:
Tak butuh waktu lama, surat itu memantik reaksi besar dari publik. Banyak yang mendesak pemerintah mencabut izin perusahaan ekstraktif yang dianggap merusak lingkungan.
Ada pula yang menuntut TPL bertanggung jawab atas kerusakan ekologis yang disebut semakin parah setiap tahunnya.
Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution, mengambil langkah tegas. Ia mengeluarkan rekomendasi untuk menutup operasional PT Toba Pulp Lestari.
Rekomendasi itu muncul setelah pertemuan dengan masyarakat adat terdampak, pemuka gereja, dan berbagai lembaga pendamping pada 24 November.
Bobby menjelaskan bahwa konflik agraria di Buntu Panaturan, Desa Sihaporas, sudah berlangsung terlalu lama.
Setelah mendengarkan langsung aspirasi warga, ia menyimpulkan bahwa penutupan operasional perusahaan menjadi langkah yang paling memungkinkan.
Rekomendasi itu kini diteruskan kepada pemerintah pusat untuk diproses lebih lanjut.
Pada 26 November, manajemen Toba Pulp bertemu DPR Komisi XIII dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Kementerian Hukum dan HAM.
Namun pertemuan ini belum menghasilkan penyelesaian konkret.
PT Toba Pulp Lestari Tbk (TPL/INRU) adalah perusahaan yang bergerak di bidang produksi bubur kertas, pengelolaan hutan tanaman industri, serta bahan kimia dasar.
Perusahaan ini awalnya bernama PT Inti Indorayon Utama, didirikan pada 1983 oleh pengusaha Sukanto Tanoto. Pada 2004, perusahaan berganti nama menjadi PT Toba Pulp Lestari.
Saham perusahaan ini diperdagangkan di BEI sejak 1990, dan selama lebih dari dua dekade, TPL kerap menjadi pusat kontroversi terkait konflik lahan, pencemaran lingkungan, serta hubungan dengan masyarakat adat.
Konflik antara TPL dan masyarakat adat Lamtorus Sihaporas berlangsung sejak 2018.
Warga menuduh perusahaan mengambil ruang hidup masyarakat adat, merusak lingkungan, hingga melakukan intimidasi.
Sepanjang 2025, gelombang protes terus terjadi, termasuk aksi di depan gedung parlemen.
Pada Oktober, Komisi XIII DPR melakukan kunjungan lapangan dan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).
Desakan penutupan TPL datang dari berbagai pihak: pemuka agama, aktivis lingkungan, organisasi masyarakat, hingga akademisi.
Mereka menilai operasi perusahaan yang berada dekat kawasan Danau Toba itu merusak ekosistem.
Manajemen TPL menolak semua tuduhan pencemaran, perusakan ekologi, dan klaim bahwa operasi mereka memperparah bencana alam di Sumatra.
Anwar Lawden, Direktur & Sekretaris Perusahaan TPL, menyatakan bahwa seluruh kegiatan Hutan Tanaman Industri (HTI) perusahaan mengikuti kaidah konservasi:
“Kami menghormati penyampaian aspirasi publik, namun mengharapkan informasi yang disampaikan didasarkan pada data yang akurat dan dapat diverifikasi.”
Anwar juga menjelaskan bahwa:
Pertanyaan ini hampir selalu muncul setiap kali TPL menjadi sorotan. Ada dua narasi besar di publik:
Keduanya memunculkan simpang siur yang sering memicu perdebatan.
1. Apakah TPL Milik Luhut Binsar Pandjaitan?
Tidak. Tidak ada dokumen resmi pasar modal yang menunjukkan kepemilikan Luhut atas TPL. Perusahaannya, Toba Sejahtra, yang kerap dikaitkan, berbeda entitas.
2. Apakah TPL masih terkait dengan Sukanto Tanoto/RGE?
Secara historis, benar bahwa perusahaan pendahulunya didirikan Sukanto Tanoto.
Namun RGE menegaskan dalam pernyataan resmi pada 25 April 2022 bahwa:
TPL adalah perusahaan publik dan bukan bagian dari grup RGE. Hubungan mereka disebut hanya sebatas “engagement” atau keterlibatan, bukan kepemilikan langsung.
3. Siapa pengendali resmi TPL saat ini?
Mengacu pada laporan keuangan per 30 Juni 2025, pemegang saham pengendali adalah Allied Hill Enterprise Ltd, perusahaan yang berbasis di Hong Kong.
Allied Hill menguasai sekitar 92% saham TPL setelah mengakuisisi Pinnacle Company Pte. Ltd. pada Juni 2025.
Dengan demikian, pemilik kendali PT Toba Pulp Lestari tahun 2025 adalah Allied Hill Enterprise Ltd.
Beberapa pemantau lingkungan menilai struktur perusahaan offshore membuat rantai kepemilikan sulit ditelusuri.
Namun, regulasi pasar modal Indonesia tetap menjadikan dokumen resmi BEI sebagai rujukan hukum.
Data tercatat menunjukkan Allied Hill sebagai pengendali terakhir.
Perbedaan sudut pandang inilah yang membuat publik sering bingung dan memicu beragam spekulasi, terutama ketika perusahaan terseret isu lingkungan seperti banjir di Sumatra.***