SERAYUNEWS – Belakangan ini ramai jadi perbincangan soal umrah Backpaker, atau umrah mandiri. Tak sedikit warga di berbagai kota di Indonesia, melakukan perjalanan umrah semacam ini. Tren ini bahkan mendapat tanggapan serius, dari Kementerian Agama (Kemenag) RI.
Kepala Seksi Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag Kabupaten Purbalingga, Ani Mufarokhah mengatakan, beruntungnya sampai saat ini belum ada laporan warga Purbalingga yang melakukan umrah Backpaker.
“Alhamdulillah sampai saat ini, di Purbalingga belum pernah ada laporan soal ini. Mudah-mudahan jangan,” katanya, Kamis (05/10/2023).
Mengenai umrah Backpaker, Ani mengatakan dengan tegas, tidak setuju dengan cara tersebut. Karena perjalanan umrah itu, merupakan tujuan ibadah bukan perjalanan wisata biasa.
Ada prosedur yang perlu di ikuti, baik mulai bimbingan dalam menjalani ibadah dan soal administratif yang jelas. Hal itu, berkaitan dengan risiko dan tanggung jawab.
“Kalau melalui biro, jelas datanya dan bahkan bisa ada pembimbingnya dalam kelompok. Jadi penanggungjawabnya juga jelas,” katanya.
Umrah Backpaker atau mandiri itu, perjalanan tanpa biro. Meskipun secara biaya yang bisa lebih efisien, di bandingkan melalui biro. Namun, potensi risiko yang bisa di alami, juga lebih tinggi. Jika terjadi sesuatu, nantinya tetap negara yang akan menjadi penanggung jawabnya, karena dia WNI,” kata dia.
Ani menjelaskan, jika melihat dari sisi biaya, Kemenag mematok angka kisaran Rp 24-25 juta per orang. Namun ketika melalui biro, bisa lebih tinggi, karena fasilitasnya juga beda.
“Kalau Kemenag rate harga kisaran 24-25 juta. Tapi ketika melalui biro, karena bisnis to bisnis, maka bisa lebih tinggi, sekitar Rp 30 juta. Namun keamanan dan kenyamanan sudah jelas juga,” kata dia.