SERAYUNEWS—Beberapa hari terakhir ini, nama Bung Karno ramai di media setelah pernyataan Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani yang menyebut Prabowo Sebagai Sukarno baru.
Ada yang menulis Soekarno dan ada juga yang menulis Sukarno. Manakah yang benar?
Kebanyakan orang masih menulis dengan nama Soekarno. Bahkan, ketika menjadi nama tempat atau lokasi, nama Bung Karno tetap memakai ejaan oe. Misalnya, Jalan Soekarno-Hatta, Bandara Internasional Soekarno-Hatta, dan lain.
Saat wartawan Jerman mewarnai pada September 1965, Bung Karno protes kala mengetahui namanya memakai ejaan Soekarno.
“Tapi kenapa kamu tulis nama saya dengan ejaan oe?” tanya Bung Karno menggunakan Bahasa Jerman.
Wartawan itu pun menjawab, bahwa terakhir kali mereka bertemu, Bung Karno menandatangani nama dengan ejaan oe.
Sukarno pun menegaskan bahwa namanya tak lagi menggunakan ejaan lama. Setelah Indonesia merdeka, ejaan namanya ganti su.
“Tapi nama saya ejaannya dengan su,” katanya kepada wartawan itu.
Bahkan, dia menekankan kata su itu dengan raut serius.
“Ini yang benar!” kata Bung Karno sembari mengetuk sampul buku yang kemungkinan bertuliskan namanya dengan ejaan su.
Kemudian, Sukarno mengetuk sampul buku lain yang mungkin ejaan namanya bertuliskan Soekarno. “Ini tidak benar!” katanya.
Dalam wawancara dengan Cindy Adams, Bung Karno mengungkapkan alasan mengubah ejaan namanya. Pernyataan itu Cindy ungkap dalam buku biografi, “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia”.
Menurut Sukarno, ejaan oe adalah peninggalan Belanda. Oleh karena itu, dia tak mau lagi menggunakan setelah Indonesia merdeka.
“Karena itulah maka Sukarno menjadi namaku yang sebenarnya dan satu-satunya,” kata Bung Karno.
Di buku itu Sukarno memberi penjelasan kenapa ejaan namanya S-u-k-a-r-n-o. Menurut beliau, setelah Indonesia merdeka, tepatnya di tahun 1947, terjadi perubahan ejaan.
Jadi, antara 1901-1947, kita memakai ejaan Belanda atau ejaan Van Ophuijsen. Menurut ejaan lama itu, bunyi u dituliskan dengan huruf oe. Jadi, pada waktu Sukarno sekolah, penulisan namanya adalah Soekarno.
Tahun 1947, Menteri Pengajaran Raden Soewandi mengganti ejaan Van Ophuijsen dengan ejaan baru, yaitu ejaan Republik atau ejaan Soewandi. Dalam ejaan Republik, bunyi u dituliskan dengan huruf u.
Perubahan ejaan itu punya makna ideoligis dan politik. Setelah Indonesia merdeka, ada upaya dekolonialisasi di segala bidang, termasuk di bidang pendidikan dan kebudayaan.
Dekolonialisasi adalah proses dari sebuah negara baru merdeka untuk menghilangkan sisa-sisa dan pengaruh dari negara bekas penjajahnya.
Seharusnya, jika mengikuti seruan dekolonialisasi ejaan itu, nama Presiden Kedua Indonesia ditulis Suharto, bukan Soeharto. Namun, hingga akhirnya hayatnya, nama diktator rezim Orde Baru itu tetap ditulis S-o-e-h-a-r-t-o.***(Kalingga Zaman)