
SERAYUNEWS– Sejumlah langkah strategis perlu terus dilakukan oleh para pelaku budaya dan masyarakat untuk menjaga keberlangsungan kesenian wayang kulit. Satu di antaranya dengan memastikan regenerasi dalang berjalan berkesinambungan. Upaya tersebut dinilai penting mengingat minat generasi muda terhadap seni tradisi mulai bersaing dengan budaya populer dari luar negeri.
Hal tersebut dikatakan Ketua DPRD Jateng Sumanto saat menghadiri Pagelaran Seni Tradisional Wayang Kulit dengan Lakon Gatotkaca Winisuda di Desa Jati, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini. Pentas wayang kulit tersebut menampilkan Dalang Ki Canggih Tri Atmojo, Dalang Cilik Gibran Maheswara, dan Bintang Tamu Uncek.
Sumanto mendorong pemerintah daerah dan para pelaku kesenian membuka sanggar-sanggar seni dengan kelas khusus pedalangan untuk anak-anak dan remaja. Tidak hanya mengajarkan teknik memainkan wayang, kelas ini juga mengajarkan filosofi pewayangan, tata panggung, serta teknik vokal. Dengan cara tersebut, dia berharap dalang-dalang baru terus bermunculan agar kesenian wayang kulit tetap lestari.

Sumanto mengapresiasi Pagelaran Wayang Kulit tersebut yang menampilkan dalang cilik. Menurutnya cara tersebut membuka kesempatan dalang cilik tampil satu panggung dengan dalang senior untuk menambah pengalaman.
“Saya senang ada dalang cilik yang ikut tampil yang nantinya bisa menjadi penerus dalang-dalang senior. Kalau tidak begitu, bisa-bisa 10 tahun lagi wayang kulit akan punah,” ujarnya.
Dia juga berharap pentas wayang kulit bisa menarik minat generasi muda. Sebab dengan kemajuan zaman, banyak anak muda lebih tertarik dengan tayangan budaya pop seperti drakor yang berasal dari luar negeri. Karena itu, pemerintah dan pelaku seni memiliki tugas berat untuk nguri-uri kesenian tradisional. Terlebih, wayang kulit yang merupakan kesenian warisan nenek moyang berisi tontonan sekaligus tuntunan.
“Sekarang ini minat masyarakat terhadap kesenian tradisional seperti wayang kulit sudah luntur. Kita abai terhadap budaya. Padahal dulu kita pas kecil kita rela berangkat naik sepeda dan nonton wayang semalam suntuk,” kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Saat ini, lanjutnya, hanya sebagian masyarakat, terutama di desa-desa yang masih antusias menonton wayang kulit. Meski penyelenggara pentas terkadang harus menarik minat masyarakat tersebut dengan iming-iming hadiah atau doorprize.
Sumanto menambahkan, sejumlah inovasi juga perlu dilakukan demi menarik minat publik yang lebih luas. Contohnya, sejumlah dalang mengadaptasi kisah-kisah kontemporer ke panggung wayang tanpa meninggalkan pakem utama. Pertunjukan wayang juga dibuat berdurasi pendek dan disiarkan melalui media sosial. Berbagai pendekatan tersebut cukup efektif untuk menjembatani tradisi dan teknologi.
“Harus ada kepedulian dari kita untuk melestarikan wayang kulit. Termasuk anak-anak diajak nonton wayang. Kalau tidak begitu, pelestarian wayang kulit hanya menjadi slogan,” katanya.
Anggota DPRD Kabupaten Karanganyar, Eni Candrawati mengapresiasi langkah Sumanto yang memberikan aspirasi pentas wayang kulit tersebut. Hal tersebut menjadi bentuk nyata nguri-uri kesenian tradisional.
“Saya mengajak masyarakat menonton sampe selesai serta mendapat doorprize mesin cuci dan sepeda,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Desa Jati, Hariyanto juga mendorong pembentukan sanggar seni di wilayahnya. Sebab, dengan adanya sanggar seni tersebut, Ketua DPRD Jateng Sumanto sudah berkomitmen untuk nanggap wayang kulit secara rutin.
“Pak Haji Sumanto ini sudah dua tahun ini nanggap wayang setiap bulan di kediaman beliau. Ini menjadi bentuk nguri-uri budaya putra asli Karanganyar. Atas nama Pemerintah Desa Jati saya ucapkan terima kasih,” ujarnya.