SERAYUNEWS – Lebaran Ketupat adalah salah satu tradisi khas Nusantara yang masih lestari hingga kini, terutama di berbagai daerah di Indonesia seperti Jawa, Madura, dan sebagian wilayah Sumatra.
Meski tidak secara langsung disebut dalam ajaran Islam secara tekstual, tradisi ini memiliki akar spiritual yang kuat dan mengandung makna sosial yang mendalam. Lantas, kapan tanggal Lebaran Ketupat 2025? Dan apa sebenarnya makna dari tradisi ini?
Pada tahun 2025, Lebaran Ketupat jatuh pada hari Senin, 7 April 2025, yang bertepatan dengan tanggal 8 Syawal 1446 Hijriah. Tradisi ini selalu dirayakan pada hari ke-8 bulan Syawal, yaitu seminggu setelah Hari Raya Idul Fitri.
Tanggal tersebut dipilih karena umat Islam yang menjalankan puasa sunnah Syawal selama enam hari akan menyelesaikannya pada hari ketujuh bulan Syawal.
Hari kedelapan kemudian dijadikan momentum untuk kembali merayakan kebersamaan, sebagai semacam penutup rangkaian ibadah Ramadan dan puasa Syawal.
Asal usul Lebaran Ketupat dipercaya erat kaitannya dengan penyebaran Islam di Nusantara, khususnya oleh Sunan Kalijaga, salah satu Wali Songo.
Beliau memperkenalkan ketupat sebagai simbolisasi ajaran Islam yang bisa diterima masyarakat Jawa melalui pendekatan budaya.
Dalam bahasa Jawa, “kupat” adalah singkatan dari “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dan “laku papat” (empat tindakan) yang mencerminkan nilai-nilai Islam, yaitu salat, puasa, zakat, dan haji.
Tradisi ini juga menunjukkan bagaimana akulturasi antara Islam dan budaya lokal dapat menciptakan praktik keagamaan yang unik tanpa mengurangi esensi ibadah itu sendiri.
Perayaan Lebaran Ketupat sangat beragam tergantung daerahnya. Namun, ada beberapa kebiasaan umum yang sering dilakukan oleh masyarakat:
1. Makan Bersama dengan Menu Ketupat
Sesuai namanya, ketupat menjadi menu utama dalam perayaan ini. Ketupat biasanya disajikan dengan opor ayam, rendang, sayur labu, hingga sambal goreng. Momen ini menjadi ajang berkumpul dan makan bersama keluarga besar serta tetangga.
2. Open House dan Saling Berkunjung
Setelah sebulan penuh berpuasa dan kemudian menjalani puasa sunnah Syawal, masyarakat memanfaatkan momen Lebaran Ketupat untuk bersilaturahmi. Banyak rumah yang menggelar open house atau terbuka untuk tamu yang datang.
3. Ziarah ke Makam Leluhur
Ziarah kubur menjadi bagian penting dari perayaan ini. Masyarakat mengunjungi makam keluarga untuk berdoa dan mengenang leluhur, sebagai bentuk penghormatan dan doa agar mereka mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah.
4. Doa dan Tasyakuran Bersama
Banyak pula masyarakat yang menggelar doa bersama dan pengajian, baik di rumah, mushala, maupun masjid. Kegiatan ini adalah bentuk rasa syukur atas nikmat menjalani Ramadan dan tambahan amal dengan puasa Syawal.
1. Makna Spiritual dalam Islam
Dalam Islam, puasa enam hari di bulan Syawal setelah Ramadan memiliki pahala besar. Rasulullah SAW bersabda dalam hadits riwayat Muslim:
“Barang siapa berpuasa di bulan Ramadan, kemudian diikuti dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti berpuasa sepanjang tahun.”
Lebaran Ketupat sebagai perayaan di hari ke-8 mencerminkan kebahagiaan usai menyempurnakan rangkaian ibadah tersebut.
Selain itu, makna “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dari simbol ketupat mengajarkan nilai taubat, introspeksi diri, dan saling memaafkan, yang sangat sejalan dengan ajaran Islam.
2. Makna Sosial dan Budaya
Secara sosial, Lebaran Ketupat memperkuat nilai kekeluargaan, gotong royong, dan kebersamaan. Ini adalah waktu di mana batasan sosial mencair—orang kaya dan miskin duduk bersama, makan bersama, dan saling mendoakan.
Tradisi ini juga menjadi wujud konkret dari kerukunan antarumat, mempererat hubungan antaranggota masyarakat yang mungkin selama Ramadan lebih fokus pada ibadah personal.
Lebaran Ketupat bukan sekadar pesta makanan atau tradisi turun-temurun. Ia adalah simbol perayaan spiritual dan sosial yang mencerminkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhannya (hablum minallah) dan sesama manusia (hablum minannas).
Dengan dirayakannya Lebaran Ketupat 2025 pada 7 April, mari jadikan momen ini untuk memperkuat ikatan dengan keluarga, masyarakat, dan tentunya, meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT.
***