SERAYUNEWS – Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060.
Salah satu langkah strategis yang disiapkan untuk mendukung transisi energi ini adalah penyusunan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Dokumen ini menjadi panduan utama dalam perencanaan sektor ketenagalistrikan untuk memastikan pemenuhan kebutuhan listrik secara berkelanjutan.
RUKN berisi berbagai kebijakan yang berkaitan dengan sektor listrik, termasuk proyeksi permintaan listrik di masa depan, optimalisasi pasokan energi, serta strategi pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Ir Wanhar, menjelaskan bahwa penyusunan RUKN mengacu pada Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan melibatkan pemerintah daerah provinsi.
Setelah proses finalisasi, RUKN akan disahkan melalui keputusan menteri.
Dokumen RUKN ini berfungsi sebagai referensi utama bagi para pemangku kepentingan, terutama penyedia tenaga listrik seperti PLN.
Selain itu, pemerintah provinsi juga akan menyusun dokumen serupa dalam bentuk Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) untuk mendukung implementasi kebijakan di tingkat lokal.
“RUKN ini disusun berdasarkan KEN (kebijakan energi nasional) dan melibatkan pemerintah daerah provinsi, yang nantinya diputuskan dengan keputusan menteri,” katanya dalam acara Local Media Community (LMC) 2025 dengan tema ‘Menavigasi Transisi dan Swasembada Energi: Peran dan Peluang Media Lokal‘ di Surabaya, Rabu (5/2/2025).
Dalam rangka mencapai target NZE 2060, pemerintah berupaya mengurangi emisi karbon dari sektor pembangkit listrik.
Saat ini, terdapat sekitar 65 industri pembangkit listrik di Indonesia, termasuk PLN, yang akan berperan dalam transisi menuju energi bersih. Namun, penggunaan energi fosil masih mendominasi sektor ini.
Menurut Wanhar, salah satu langkah penting dalam strategi transisi ini adalah mengganti penggunaan batu bara dengan bahan bakar yang lebih ramah lingkungan seperti green ammonia (NH3).
Meskipun demikian, batu bara tidak akan sepenuhnya dihilangkan hingga tahun 2060, melainkan akan dikombinasikan dengan bioenergi sebagai upaya mengurangi emisi karbon secara bertahap.
Saat ini, pencampuran batu bara dengan bioenergi masih dalam tahap persiapan, menyesuaikan dengan faktor harga dan teknologi yang terus berkembang.
“Dari mulai yang kecil, apabila nanti sudah memungkinkan harganya, sudah terjangkau (dimulai),” kata Wanhar.
Selain mengurangi ketergantungan pada energi fosil, pemerintah juga berencana memaksimalkan penggunaan sumber energi terbarukan seperti biotermal.
Mulai tahun 2032, Indonesia akan mulai mengembangkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagai bagian dari strategi diversifikasi energi.
Sumber energi lainnya yang akan dioptimalkan mencakup tenaga gas, tenaga air, angin, dan matahari.
Kendati demikian, pemanfaatan tenaga surya masih menghadapi tantangan dalam hal efisiensi.
Sementara itu, untuk tenaga air, pemerintah tengah mengembangkan teknologi pump storage, di mana air laut akan dipompa dan digunakan sebagai sumber energi saat beban puncak terjadi.
Pemerintah telah menargetkan bahwa pada tahun 2027, sekitar 74 persen pembangkit listrik di Indonesia akan menggunakan energi terbarukan.
Selain itu, konsumsi listrik per kapita juga diproyeksikan meningkat secara signifikan.
Pada tahun 2045, angka konsumsi per kapita diperkirakan mencapai 3.990 kWh, sedangkan pada tahun 2060 meningkat hingga 5.000 kWh.
Dengan strategi yang telah dirancang dalam RUKN, pemerintah optimistis dapat mencapai target NZE 2060 yang mana bakal memastikan ketahanan energi nasional, dan mengurangi dampak perubahan iklim secara signifikan.***