SERAYUNEWS -Teks Khotbah Jumat 24 Oktober 2025 mengangkat tema Hari Santri Nasional, yang setiap tahunnya diperingati pada 22 Oktober.
Tahun ini, peringatan Hari Santri membawa pesan mendalam bagi umat Islam di seluruh Indonesia, yaitu bagaimana peran santri tidak hanya berhenti pada sejarah perjuangan kemerdekaan, tetapi juga terus berlanjut dalam membangun peradaban dan menjaga nilai-nilai keislaman di tengah tantangan zaman modern.
Peringatan Hari Santri Nasional tahun 2025 mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia”.
Tema ini dipilih bukan sekadar sebagai bentuk seremonial tahunan, melainkan sebagai ajakan reflektif agar seluruh umat Islam, khususnya para santri, mampu meneguhkan kembali semangat kebangsaan dan kontribusi nyata terhadap kemajuan bangsa.
Dalam konteks ini, santri diharapkan menjadi agen perubahan yang membawa kedamaian, ilmu, dan akhlak mulia ke seluruh penjuru masyarakat.
Khutbah I
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَنْعَمَنَا بِنِعْمَةِ الْإِيْمَانِ وَالْإِسْلَامِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ خَيْرِ الْأَنَامِ، وَعَلٰى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ الْكِرَامِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلٰهَ اِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلَامُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيْبَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَاحِبُ الشَّرَفِ وَالْإِحْتِرَامِ. أَمَّا بَعْدُ
أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. اِتَّقُوْ اللهَ، وَاعْمَلُوا الصَّالِحَاتِ وَاجْتَنِبُوا الْمُنْكَرَاتِ وَاذْكُرُوا اللهَ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَتٍ وَاشْكُرُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Menjadi keniscayaan bagi kita untuk senantiasa menguatkan keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT dalam wujud terus berupaya sekuat jiwa raga kita untuk menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Di antara perintah Allah yang harus kita lakukan adalah senantiasa menghormati dan memuliakan orang tua, guru, dan orang-orang yang telah mendidik kita. Hal itu merupakan pendidikan moral yang harus terus kita pertahankan untuk mewujudkan peradaban dunia yang mulia.
Di antara lembaga pendidikan tertua yang memiliki peran besar dalam menjaga moral dan karakter umat adalah pesantren.
Dalam sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia, pesantren telah terbukti memiliki kontribusi besar dalam menanamkan keluhuran akhlak dan juga menjadi bagian besar dalam mewujudkan kemerdekaan melalui perjuangan kiai dan santri-santrinya.
Peran vital ini diwujudkan dengan pengakuan pemerintah yang menjadikan bulan Oktober, tepatnya tanggal 22, sebagai momentum Hari Santri melalui Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 2015. Namun tanggal 22 Oktober ini bukan sekadar perayaan simbolik.
Waktu tersebut adalah hari refleksi kebangsaan dan spiritualitas, saat bangsa Indonesia mengenang peran besar pesantren, kiai, dan santri dalam perjalanan kemerdekaan, pendidikan, dan pembentukan karakter umat.
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Peran pesantren dalam sejarah Indonesia tidak dapat dipisahkan dari perjuangan kemerdekaan. Sejak masa penjajahan, pesantren telah menjadi pusat pendidikan, perlawanan, dan pergerakan sosial.
Resolusi Jihad yang dikumandangkan oleh Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 menjadi tonggak sejarah yang menginspirasi lahirnya Hari Santri.
Seruan itu menegaskan bahwa membela tanah air adalah bagian dari iman. Jika kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 di Jakarta, maka ujian pertama yang dihadapi bangsa Indonesia terjadi pada 10 November 1945 di Surabaya.
Pertanyaannya: Siapa yang mengerjakan ujian pertama bangsa Indonesia tersebut? Jawabannya adalah para kiai dan santri yang dipompa semangatnya dengan Resolusi Jihad 22 Oktober 1945.
Dari sejarah ini kita bisa memahami bahwa kiai, santri, dan pesantren merupakan aset yang berharga yang harus terus kita rawat. Pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi benteng kebudayaan dan moral bangsa.
Di tengah arus modernisasi dan sekularisasi global, pesantren tetap konsisten menanamkan nilai-nilai ketawaduan, keikhlasan, dan kesetiaan kepada ilmu serta guru.
Pesantren mencetak para generasi yang kuat sebagaimana jawaban dari firman Allah dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 9: وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
Artinya, “Hendaklah takut orang-orang yang andaikan meninggalkan keturunan yang lemah di belakang (kematian) mereka maka mereka mengkhawatirkannya; maka hendaklah mereka juga takut kepada Allah (dalam urusan anak yatim orang lain), dan hendaklah mereka berkata dengan perkataan yang benar (kepada orang lain yang sedang akan meninggal).”
Sementara para kiai menjadi penjaga warisan spiritual dan moral masyarakat. Bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai panutan dan pengayom yang menuntun umat di jalan tengah, dan sebagai sosok pewaris keilmuan Nabi.
Rasulullah saw bersabda: إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
Artinya: “Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.” (HR Imam Tirmidzi)
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Di tengah modernitas yang sering menilai segalanya dengan ukuran materi, penghormatan terhadap kiai adalah bentuk menjaga adab dan etika luhur bangsa.
Memuliakan kiai bukan berarti menuhankan manusia, melainkan menghargai ilmu, perjuangan, dan pengorbanan mereka dalam menuntun umat kepada kebaikan.
Kiai hidup dalam kesederhanaan. Banyak di antara mereka yang tidak mengejar popularitas, tetapi mengabdikan hidup untuk mengajar.
Mereka menjadi contoh nyata tentang bagaimana ilmu dan ketulusan mampu menggerakkan perubahan. Sayangnya, masih saja ada segelintir orang yang melecehkan simbol agama, penghinaan terhadap kiai di media sosial, bahkan framing negatif terhadap pesantren.
Hal ini menunjukkan adanya krisis adab dan degradasi penghormatan terhadap otoritas keilmuan agama. Dalam tradisi Islam, adab terhadap guru dan ulama adalah fondasi ilmu itu sendiri. Imam Malik pernah mengingatkan: عَلِّمِ الأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ العِلْمَ
Artinya: “Ajarkanlah adab sebelum kamu mempelajari ilmu.” Maka, memuliakan kiai bukan sekadar etika sosial, tetapi bagian dari spiritualitas yang mendalam.
Hal ini bisa kita lakukan dengan mengembalikan penghormatan kepada ilmu dan guru, mendukung pemberdayaan pesantren seiring perubahan zaman, dan meneladani etos hidup kiai yang sederhana, ikhlas, dan berorientasi pada kemaslahatan umat.
Dengan memuliakan kiai dan pesantren, kita juga bisa terus mengaplikasikan nilai-nilai kebangsaan tawassuth (moderat), tawazun (seimbang), tasamuh (toleran), dan i’tidal (adil).
Ma’asyiral muslimin, jamaah Jumat rahimakumullah, Mari kita perkuat lagi moral dan identitas luhur bangsa kita sekaligus mewariskannya pada generasi selanjutnya. Mari kita jadikan sejarah sebagai pelajaran berharga.
Jangan sampai kita melupakannya sehingga kita kehilangan arah dalam meneruskan peradaban dunia. Semoga Allah senantiasa menjaga pesantren dan kiai-kiai kita untuk terwujudnya Indonesia yang penuh dengan keberkahan dan dunia yang penuh dengan kedamaian.
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: “Sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami akan membukakan untuk mereka berbagai keberkahan dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka mendustakan (para rasul dan ayat-ayat Kami). Maka, Kami menyiksa mereka disebabkan oleh apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS Al-A’raf: 96).
Khutbah II
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ Khutbah II اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أنْ لآ إلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Demikian informasi tentang teks khutbah Jumat 24 Oktober 2025 peringatan Hari Santri Nasional 2025.***