SERAYUNEWS– Civitas Academica Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan. Pasalnya, Indonesia dinilai sedang darurat kenegarawanan.
Rektor UII Yogyakarta, Prof Fathul Wahid hari ini, Kamis (1/2/2024), memberikan Pernyataan Sikap Civitas Academica UII terkait Indonesia Darurat Kenegarawanan. Menurutnya, dua pekan menjelang pelaksanaan Pemilihan Umum 2024, perkembangan politik nasional kian menunjukkan tanpa rasa malu.
Hal ini ditandai gejala praktik penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan. Kekuasaan digunakan untuk kepentingan politik praktis sekelompok golongan dengan mengerahkan sumber daya negara. Demokrasi Indonesia kian tergerus dan mengalami kemunduran.
“Kondisi ini kian diperburuk dengan gejala pudarnya sikap kenegarawanan dari Presiden Republik Indonesia Joko Widodo. Indikator utamanya adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023,” jelasnya.
Dikatakan, putusan yang proses pengambilannya sarat dengan intervensi politik dan dinyatakan terbukti melanggar etika hingga menyebabkan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Anwar Usman, diberhentikan.
Gejala ini, kata dia, kian jelas ke permukaan saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan ketidaknetralan institusi kepresidenan. Yakni dengan membolehkan Presiden berkampanye dan berpihak.
Perkembangan termutakhir, distribusi bantuan sosial melalui pembagian beras dan bantuan langsung tunai (BLT) oleh Presiden Jokowi juga ditengarai sarat dengan nuansa politik praktis yang diarahkan pada personalisasi penguatan dukungan terhadap pasangan calon presiden dan calon wakil presiden tertentu.
Mobilisasi aparatur negara untuk kepentingan dukungan terhadap pasangan calon tertentu adalah tindakan melanggar hukum sekaligus melanggar konstitusi.
“Situasi itu menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi,” jelasnya.
Menanggapi hal itu, civitas academica UII Yogyakarta menyatakan, mendesak Presiden Jokowi untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga.
Yakni melalui keberpihakan pada salah satu pasangan calon presiden-wakil presiden. Presiden harus bersikap netral, adil, dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan, bukan untuk sebagian kelompok.
Kemudian, menuntut Presiden Jokowi beserta semua aparatur pemerintahan untuk berhenti menyalahgunakan kekuasaan dengan tidak mengerahkan dan tidak memanfaatkan sumber daya negara untuk kepentingan politik praktis, termasuk salah satunya dengan tidak melakukan politisasi dan personalisasi bantuan sosial.
Menyeru Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar aktif melakukan fungsi pengawasan, memastikan pemerintahan berjalan sesuai koridor konstitusi dan hukum, serta tidak membajak demokrasi yang mengabaikan kepentingan dan masa depan bangsa.
“Mendorong calon presiden, calon wakil presiden, para menteri dan kepala daerah yang menjadi tim sukses, serta tim kampanye salah satu pasangan calon, untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Ini guna menghindari konflik kepentingan yang berpotensi merugikan bangsa dan negara,” terang dia.
Kemudian, mengajak masyarakat Indonesia untuk terlibat memastikan pemilihan umum berjalan secara jujur, adil, dan aman demi terwujudnya pemerintahan yang mendapatkan legitimasi kuat berbasis penghormatan suara rakyat.
“Meminta seluruh elemen bangsa untuk bersama-sama merawat cita-cita kemerdekaan dengan memperjuangkan terwujudnya iklim demokrasi yang sehat.
Pernyataan sikap ini sebagai wujud tanggung jawab moral anak bangsa,” pungkasnya.