Purbalingga, serayunews.com
Longsor yang terjadi di Desa Siwarak, Kecamatan Karangreja, Purbalingga, terjadi secara bertahap. Awalnya, longsor terjadi di sebuah bukit.
Beberapa waktu berselang, bidang lain di bukit tersebut juga longsor. Material longsoran dari dua titik itu, turun ke tebing yang menjadi perkebunan warga.
Material longsor menutup ruas jalan yang menjadi akses utama, beberapa tiang listrik terseret dan tumbang. Aliran listrik di dusun itu, mati total.
Tak hanya itu, dinding dan lantai rumah warga retak. Bahkan jalan beton pun merekah dan amblas.
Selepas magrib, warga diungsikan semua demi keamanan. Seketika wilayah RT 04 RW 07 menjadi desa mati. Hujan yang tak kunjung reda, menjadikan sepi dan mencekam.
Kades Siwarak, Suratman mengatakan, wilayah RT 04 RW 07 itu memang berupa perbukitan. Kondisinya sudah tidak layak untuk pemukiman, karena itu dia berharap ada relokasi.
“Lokasi bencana sudah tidak layak untuk tempat tinggal lagi,” katanya, Rabu (26/10/2022).
Suratman mengaku, dia tidak menyangka longsor akan separah itu. Setelah melihat langsung kondisi di lapangan, dia memprediksi pergerakan tanah masih akan terjadi jika hujan masih mengguyur.
“Ini di luar dugaan kami, saya sendiri tidak mengira tadi pagi bisa separah itu. Ketika hujan turun, pasti ada pergerakan,” katanya.
Kades menjelaskan, pengajuan relokasi sebetulnya sudah dia rencanakan sejak tahun 2016 silam. Namun, sampai saat ini tidak ada tindak lanjut dari pemerintah daerah.
“Sejak 2016 sudah ada pengajuan untuk relokasi, karena tanah di sana cukup mengkhawatirkan. Apalagi sekarang sudah ada bencana tanah longsor,” ujarnya
Di lokasi longsor, terdapat 48 rumah dengan penghuni 177 jiwa. Dia berharap, adanya bencana dapat menjadi perhatian pemerintah untuk membantu memastikan keamanan warganya di masa yang akan datang.
“Tanah sudah terbuka, sehingga jika kemasukan air pelan atau cepat tanah bergerak. Sementara itu kalau pergerakannya cepat, kurang lebih 48 rumah hilang,” kata dia.
Melihat kondisi itu, warga akan tetap bertahan di pengungsian. Dia berharap, wacana relokasi dapat dipertimbangkan dengan memanfaatkan aset desa.
“Dalam waktu dekat, tidak mungkin warga kembali ke rumah asal. Saya menginisiasi menyiapkan alternatif, salah satunya tanah desa untuk relokasi,” kata dia.