Acara debat bertujuk “Tim Ekspedisi Sisik Naga Menjawab Nyinyiran Netijen” berlangsung memanas. Antara admingrup facebook Suara Perwira Purbalingga (SUPPER) Riza Ardina, versus Ketua Ekspedisi Sisik Naga Gunanto Eko Saputro, dan dimoderatori oleh Muhammad Kholik / Kang Pherlee. Acara yang juga disiarkan langsung oleh akun Instagram Purbalinggaku memunculkan ratusan komentar dari warganet.
Acara debat tersebut dipicu oleh postingan admin grup SUPPER, yakni Riza Ardiana. Dalam postingannya dia menyampaikan kalimat : ‘Para aktivis sing here peduli lingkungan Nang kota kiye: Percuma kau eskpedisi ke gunung, ketemu dragone? Jika perusakan lingkungan di sekitarmu, sing nang ngarep mata mata tidak kau pedulikan. Percuma!’
Postingan bernada julid itu mendapatkan banyak respons. Ada 255 like dan 476 komentar, berbagai macam reaksi pro dan kontra. Akhirnya, Ketua Ekspedisi Sisik Naga, Gunanto Eko Saputro menantang Riza untuk debat terbuka mengklarifikasi kegiatan Ekspedisi Sisik Naga dan berbagai kegiatan dan aksi nyata pegiat alam di Purbalingga.
“Saya menantang debat terbuka untuk menjelaskan pro kontra terkait Ekspedisi Sisik Naga dan peran pegiat alam dalam aksi nyata menyikapi berbagai isu lingkungan,” kata kata pria yang akrab disapa Igoen ini.
Terkait dengan Ekspedisi Sisik Naga, Igoen menjelaskan hal itu merupakan kegiatan Perhimpunan Pegiat Alam (PPA) Gasda bekerjasama dengan komunitas pecinta alam Purbalingga yang bertujuan untuk mengungkap kekayaan alam hutan Purbalingga. Ekpedisi tersebut merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian kawasan hutan alam Purbalingga yang masih tersisa.
“Kami mendata dan mendokumentasikan kekayaan kawasan hutan alam yang masih dimiliki Purbalingga dari aspek biologi, sosial-ekonomi-budaya dan geologinya,” ujarnya.
Perdebatan pun berlangsung cukup sengit dengan penjelasan dari sudut pandang masing-masing. Debat melebar tidak hanya soal hutan tetapi juga menyikapi isu sampah, limbah juga galian C di Purbalingga.
“Saya mengapresiasi kegiatan rekan-rekan pegiat alam. Namun alangkah baiknya jika juga menyikapi persoalan lingkungan yang ada di depan mata kita,” ujar Riza Ardiana yang saat ini tinggal di Jakarta.
Riza menyebutkan postingannya di media sosial adalah salah satu bentuk kontribusinya bagi Purbalingga dengan mengkritisi berbagai macam isu, termasuk lingkungan.
“Sekarang ini era teknologi, artinya tidak harus kehadiran secara fisik untuk bisa memberikan sumbangsih bagi Purbalingga,” katanya.
Pada simpulan dari Debat Terbuka tersebut, Kang Pherlee menyampaikan bahwa berbagai macam isu lingkungan yang ada di Purbalingga harus menjadi perhatian bersama. Saat ini, pegiat alam di Purbalingga sudah banyak bergerak menyikapi berbagai persoalan namun ke depan perlu aksi nyata yang lebih komprehensif serta melibatkan berbagai pihak.
“Setidaknya debat ini membuka mata kita tentang berbagai persoalan lingkungan yang ada di Purbalingga. Persoalan ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan berkoar-koar di medsos tetapi juga harus dengan aksi nyata, turun ke lapangan,” katanya.
Kemudian, debat tersebut juga menjadi ajang publikasi bahwa ada sebuah ekspedisi yang digagas para pegiat alam untuk mengungkap kekayaan hutan di Purbalingga.